PENGANTAR
PERIKANAN – ARMADA DAN ALAT TANGKAP
Tujuan Pembelajaran: Manajer
Kampanye mengetahui jenis armada dan alat tangkap yang nantinya mereka temui di
lapang. Hal ini akan membantu mereka dalam menyusun materi dan pesan sesuai
dengan kondisi lokal.
Klasifikasi armada dan alat tangkap
pada presentasi ini akan mengikuti petunjuk: DirJen Perikanan, 1975a. Ketentuan
Kerja Pengumpulan, Pengolahan dan Penyajian Data Statistik Perikanan, Buku I:
Standar Statistik Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen
Pertanian., 207p. yang dibuat mengacu pada Yamamoto, T., 1973. Fishery census
of Indonesia, survey methods, mode of analysis and major findings. A report
prepared for the Fisheries Development and Management Project, Indonesia. Rome,
FAO, 1980. FI:DP/INS/72/064, Field Document 5. 79p. Lebih lanjut, ketentuan
klasifikasi juga memperhatikan Nedelec, C & Prado, J., 1990. Definition and
classification of fishing gear and categories. FAO Fisheries Technical Paper.
No. 222. Revision 1. Rome, FAO. 1990: 92p. Semua ketentuan dan petunjuk di atas
disesuaikan dengan kondisi local.
Definisi – Penangkapan
Untuk keperluan statistik,
perikanan didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau
budidaya binatang dan atau tanaman air. Hal ini berarti bahwa penangkapan yang
dilakukan dalam rangka penelitian, hobi, olahraga maupun yang dilakukan
sepenuhnya untuk konsumsi keluarga tidak tercatat dalam statistik perikanan.
Ketentuan ini sudah berlaku sejak awal tahun 1976 sampai saat ini. Walaupun
definisi perikanan sedikit berbeda berdasarkan ketentuan UU No. 45 tahun 2009
tentang perikanan, secara operasional statistik perikanan masih berdasarkan
ketentuan yang lama. (UU No. 25 tahun 2009 – Perikanan Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan
dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai
dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang
dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan)
Kenyataannya, setiap kegiatan
pengambilan benda hidup dari laut, dalam bentuk dan tujuan apapung, akan
mempengaruhi keberadaan dan keberlanjutan sumberdaya. Memancing ikan dengan
tujuan rekreasi dan hobi, seperti yang ditayangkan dalam acara tv
‘mancingmania’ bisa menyebabkan berkurangnya sumberdaya ikan di laut. Oleh
karena itu, untuk kepentingan program ini, penangkapan didefinisikan sebagai
setiap kegiatan menangkap atau mengumpulkan / mengambil binatang dan/atau
tanaman air yang hidup di laut yang tidak sedang dibudidayakan.
Definisi – Unit Usaha Perikanan
Unit usaha perikanan berdasarkan
skala usaha bisa dibedakan menjadi tiga: Perusahaan Perikanan, Rumah Tangga
Perikanan (RTP) dan Rumah Tangga Buruh Perikanan (RTBP)
Perusahaan Perikanan adalah unit
ekonomi yang melakukan kegiatan penangkapan atau budidaya binatang dan atau
tanaman air dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual. Rumah
Tangga Perikanan adalah rumah tangga yang melakukan kegiatan penangkapan atau
budidaya binatang dan atau tanaman air dengan tujuan sebagian atau seluruh
hasilnya untuk dijual. Rumah Tangga Buruh adalah rumah tangga yang salah satu
anggota rumah tangganya bekerja pada perusahaan atau rumah tangga perikanan
sebagai buruh. PT. Samudera Besar atau PT. Usaha Mina Sorong adalah contoh dari
Perusahaan Perikanan Tangkap. Sedangkan H. Anwar yang memiliki alat tangkap
purse seine tapi tidak terdaftar sebagai perusahaan merupakan contoh satuan
RTP.
Perusahaan Perikanan maupun RTP
selalu memiliki unit penangkapan yang biasanya terdiri dari perahu atau kapal
penangkap, alat penangkap ikan dan nelayan. Sedangkan RTBP tidak memiliki unit
penangkapan.
Definisi – Armada Penangkapan
Armada penangkapan ikan merupakan
istilah umum yang dipakai sebagai terjemahan dari fishing vessel, yaitu
semua perlengkapan (selain alat tangkap) yang digunakan untuk membantu dalam
penangkapan ikan. Armada perikanan sering identik dengan perahu. Armada perahu
bisa dibedakan menjadi: tanpa perahu, perahu tanpa motor yang terdiri dari
jukung dan perahu papan, perahu motor tempel (outboard mechine) dan kapal motor
yang menggunakan mesin dalam (inboard mechine).
Jukung (Canoe) dibuat dari satu
balok kayu tanpa sambungan. Sedangkan perahu papan dibuat dari beberapa balok
kayu, disambungkan secara bersama untuk membentuk perahu yang diinginkan. Kapal
motor bisa terbuat dari kayu, vibre glass, atau besi.
Saat ini kita bisa menemukan
beberapa jukung yang juga dilengkapi dengan motor tempel, sehingga dia termasuk
dalam klasifikasi perahu motor tempel.
Perahu tanpa motor dan perahu motor
tempel umumnya mempunyai ukuran < 5 GT. Perahu papan (tanpa motor) dibedakan
berdasarkan ukurannya: perahu papan kecil (panjang < 7 m), papan sedang
(panjang antara 7 – 10 m), papan besar (panjang > 10 m). Kapal motor
dibedakan berdasarkan ukuran GT, yaitu: (a) kurang dari 5 GT, (b) ukuran 5 – 10
GT, (c) ukuran 10 – 20 GT, (d) 20 – 30 GT, (e) ukuran 30 – 50 GT, (f) ukuran 50
– 100 GT, (g) ukuran 100 – 200 GT, (h) ukuran 200 – 500 GT, dan (i) ukuran >
500 GT. GT atau Gross Tonage merupakan
ukuran kapasitas muatan sebuah kapal. Nilai GT secara praktis ditentukan dari
panjang (L), lebar maksimum (B), tinggi sarat air (d), dan koefisien block
(Cb). Besarnya koefisien block mengikuti bentuk kapal – kapal berbadan panjang
(v) mempunyai Cb 0,50 – 0,55, kapan berbadan sedang (VU) mempunyai Cb 0,55 –
0,60, sedangkan kapal berbadan gemuk (U) mempunyai Cb 0,60 – 0,65. Nilai GT
diduga dengan persamaan GT = (L*B*d*Cb)/2,83
Definisi – Alat Tangkap:
Alat tangkap merupakan istilah yang
digunakan sebagai terjemahan langsung dari istilah Fishing Gear, yaitu
peralatan yang secara langsung digunakan dalam operasi penangkapan ikan. Pada
dasarnya alat tangkap dibedakan ke dalam bentuk: jaring, pancing, perangkap dan
kategori lainnya. Berdasarkan Ketentuan kerja Pengumpulan, Pengolahan dan
penyajian Data Statistik perikanan Indonesia, alat tangkap dibedakan berdasarkan
kategori: (1) Alat pengumpul; (2) Pancing; (3) Perangkap; (4) Jaring Angkat;
(5) Muro Ami; (6) Jaring Insang; (7) Pukat Lingkar; (8) Pukat Kantong; (9)
Pukat Harimau; (10) Alat lain.
Karakteristik alami perikanan di
Indonesia adalah multi-alat dan multi-spesies seperti umumnya
perikanan tropis. Kenyataan di lapang menunjukkan jenis alat tangkap yang
sangat beragam dan bervariasi. Namun dengan mempelajari 10 kategori alat
tangkap ini akan lebih mudah untuk mengenal setiap alat tangkap yang kita temui
di lapang.
Alat Pengumpul
Alat-alat seperti Ganco, Linggis,
alat pengumpul kerang dan alat pengumpul rumput laut termasuk ke dalam kategori
alat pengumpul. Ganco adalah seenis alat yang digunakan untuk membantu
mengangkat ikan hasil tangkapan yang sudah berada di dekat perahu. Linggis
adalah sejenis alat yang digunakan untuk mencongkel karang untuk mencari
Gurita, kerang atau binatang air lainnya. Semua alat-alat tersebut saat ini
sudah sangat jarang digunakan oleh nelayan.
Pancing (Hook and Line)
Pancing merupakan terjemahan yang
umum dipakai untuk istilah Hook and Line. Semua jenis pancing termasuk dalam
kelompok ini, yaitu alat tangkap ikan yang terdiri dari tali, mata pancing
serta joran (pada huhate). Setiap mata pancing dipasang umpan, baik umpan asli
maupun buatan untuk menarik perhatian ikan memakan pancing.
Rawai adalah salah satu jenis alat
Pancing yang umum dikenal oleh nelayan di Indonesia. Rawai terdiri dari tali
utama, pada jarak tertentu dari tali utama dipasang tali cabang, setiap tali
cabang dipasang mata pancing dan mata pancing selalu dipasang umpan asli
(ikan). Setiap ujung tali utama selalu dilengkapi dengan pelampung utama yang
terapung di atas permukaan air. Rawai Tuna adalah salah satu jenis Rawai
hanyut, dioperasikan dekat permukaan dan ditujukan untuk menangkap ikan tuna.
Pancing – Rawai Dasar (Bottom Long
Line)
Rawai Dasar termasuk dalam kategori
Pancing, yaitu jenis Rawai Tetap yang dipasang pada dasar perairan secara tetap
(tidak hanyut). Setiap tali utama dilengkapi dengan pelampung (terapung di atas
permukaan) dan juga pemberat sampai di dasar perairan. Target utama dari Rawai
Dasar adalah ikan Cucut. Saat operasi, pancing dibiarkan selama 4 – 6 jam.
Selama menunggu, nelayan sering menggunakan pancing jenis lain atau Gill Net untuk
mendapatkan jenis-jenis ikan ekonomis lainnya.
Pancing – Huhate (Pole and Line)
Huhate atau Pole and Line adalah
salah satu jenis alat pancing yang ditujukan untuk menangkap ikan-ikan
permukaan yang bergerombol, seperti ikan Tongkol atau Cakalang. Pancing Huhate
terdiri dari joran, tali dan mata pancing tanpa kait (barbless) yang dilengkapi
dengan umpan palsu. Jenis umpan yang paling banyak digunakan adalah bulu ayam
atau serat sintetis yang halus. Pancing Huhate dioperasikan dari atas perahu.
Setiap ikan yang memakan mata pancing disentak ke atas, terlepas dan jatuh di
atas perahu di belakang pemancing. Untuk mempertahankan gerombolan ikan target,
nelayan melemparkan ikan-ikan teri hidup ke dalam gerombolan ikan tersebut.
Alat tangkap Huhate paling umum dioperasikan
di wilayah Indonesia Bagian Timur, seperti Maluku dan Papua. Hal ini disebabkan
karena di wilayah tersebut lebih sering ditemukan gerombolan ikan-ikan
permukaan.
Pancing – Tonda (Troll Line)
Tonda adalah atau Troll Line adalah
jenis alat pancing yang operasinya dilakukan secara aktif namun ikan yang
mengejar pancing. Pancing Tonda terdiri dari tali yang diikatkan pada sisi-sisi
perahu, mata pancing dan umpan buatan. Dalam operasinya, pancing ditarik oleh
perahu melewati gerombolan ikan. Ikan target akan tertarik pada umpan yang
bergerak dan memakan mata pancing yang umumnya mempunyai dua atau tiga kait.
Target utama dari Pancing Tonda adalah ikan-ikan permukaan, terutama Tongkol
atau cakalang.
Pancing Tonda sangat umum dipakai
di wilayah Indonesia Bagian Timur, seperti Sulawesi, Mauku dan Papua. Kedo-Kedo
adalah jenis perahu kecil asal Sulawesi Selatan yang dilengkapi dengan Pancing
Tonda. Sedangkan Buru Cakalang adalah jenis Pancing Tonda asal Sulawesi
Tenggara.
Pancing – Pancing Ulur
Pancing Ulur biasanya terdiri dari
tali, pemberat, mata pancing dan umpan alami. Jenis pancing ini umumnya
dioperasikan dari atas perahu. Target utama dari Pancing Ulur adalah ikan-ikan
karang seperti ikan Kerapu yang bernilai ekonomis tinggi.
Nelayan sering menggunakan hasil
tangkapan ikan-ikan kecil sebagai umpan. Jika operasi dilakukan pada malam
hari, nelayan mencari umpan dengan menangkap Cumi-Cumi. Daging Cumi-Cumi
dipercaya lebih menarik perhatian ikan kerapu. Setelah mata pancing diberi
umpan, nelayan mengulur tali pancing sampai dasar perairan. Setelah beberapa
saat pancing ditarik dengan tangan dan diulur kembali ke arah dasar (sehingga
disebut Pancing Ulur). Jika nelayan mendapat ikan Kerapu yang harganya mahal,
bagian anus dari ikan ditusuk dengan cateter untuk mengeluarkan gelembung udara
dari dalam tubuh ikan. Setelah dianggap cukup, ikan disimpan dalam bak
stereofoam yang diisi air dan airator. Hasil tangkapan ikan hidup dijual kepada
pengepul yang selanjutnya disimpan sementara di dalam karamba. Setiap periode
tertentu, pembeli datang kepada pengepul dengan menggunakan kapal angkut khusus
dan ikan dibawa dengan kapal ke negara tujuan ekspor (Singapura, Malaysia)
Pancing – Pancing Joran
Pancing Joran adalah jenis alat
pancing yang dianggap paling sederhana, umumnya dioperasikan oleh nelayan dari
pantai. Hasil tangkapan Pancing Joran umumnya digunakan untuk konsumsi
keluarga, walaupun kadang kala bisa dijual, jika hasil tangkapan terdiri dari
ikan-ikan yang ekonomis.
Saat ini di Indonesia sedang
berkembang kegiatan olah raga memancing atau hobi memancing dengan menggunakan
alat Pancing Joran. Kegiatan memancing dengan Pancing Joran ini juga cukup
terkenal sebagai cara rutin pada beberapa media televisi di Indonesia. Namun
demikian, alat tangkap Pancing Joran masih bisa dijumpai pada beberapa daerah
pantai tertentu.
Perangkap (Guiding Barriers) – Sero
Perangkap adalah jenis alat tangkap
yang dipasang secara tetap, tidak aktif, namun bisa mengarahkan ikan sedemikian
rupa agar masuk ke dalam perangkap dan tidak bisa keluar melalui jalan dia
masuk sebelumnya. Jenis alat perangkap yang paling umum ditemukan di Indonesia
adalah Sero dan Bubu. Alat tangkap Jermal atau Malalugis hampir tidak pernah
dijumpai lagi.
Sero atau Serong adalah perangkap
yang terdiri dari susunan pagar-pagar bambu dan jaring untuk menuntun ikan ke
arah perangkap. Sero dibuat dari pantai ke arah laut. Pintu masuk ikan di
bagian laut paling besar. Ukuran pintu masuk selanjutnya semakin mengecil
menuju arah pusat perangkap di pantai. Pada saat air pasang, ikan akan
mengikuti arus memasuki pintu utama sero. Karena mengikuti arus pasang, ikan
tergiring untuk memasuki pintu selanjutnya yang lebih kecil, demikian
selanjutnya. Konstruksi alat dibuat sedemikian rupa sehingga Ketika air mulai
surut, ikan sulit untuk menemukan jalan keluar (yang juga pintu masuk). Pada
saat itu nelayan mulai memanen ikan pada ujung petrangkap.
Perangkap – Bubu (Portable Trap)
Bubu adalah jenis perangkap
berukuran kecil sehingga mudah untuk dibawa dan dipindahkan ke lokasi lain
sesuai dengan keinginan nelayan. Bubu bisa terbuat dari bahan bambu, besi dan
jaring atau seluruhnya dari bahan besi. Setiap Bubu mempunyai satu atau dua
pintu masuk. Pintu masuk bagian luar berukuran besar dan semakin mengecil ke
arah dalam. Untuk menarik perhatian ikan, di dalam Bubu sering dipasang umpan
berupa ikan atau daun kelapa.
Bubu adalah tipe alat dasar yang
pasif dan paling sering dioperasikan di daerah terumbu karang, walaupun banyak juga
yang diletakkan pada dasar yang berpasir. Sebagai tanda lokasi bisa digunakan
pelampung. Namun karena sering terjadi pencurian, maka saat ini hampir tidak
ada Bubu yang mempunyai pelampung. Secara praktis nelayan selalu bisa mengenali
secara tepat lokasi peletakan bubu-nya.
Jaring Angkat – Lift Net
Kontruksi alat Jaring Angkat
umumnya berupa jaring halus berbentuk segi empat, dibentangkan di dalam air
secara horizontal dengan menggunakan rangka bambu atau digantungkan dengan
menggunakan tali. Ikan-ikan akan berkumpul di atas jaring karena tertarik oleh
sinar lampu maupun karena faktor lainnya. Setelah ikan berkumpul, tali pada
setiap ujung jaring ditarik ke atas bersamaan secara perlahan-lahan.
Bagan adalah salah satu jenis alat
Jaring Angkat yang paling dikenal di Indonesia. Hampir semua Bagan dilengkapi
dengan lampu untuk menarik gerombolan ikan berkumpul di atas jaring Bagan. Oleh
karena itu Bagan disebut juga perikanan lampu dan dioperasikan pada saat malam
hari.
Pemasangan Bagan bisa dilakukan
secara permanen di dekat pantai (Fixed Lift net) maupun secara berpindah
(mobile Lift net) yang di Indonesia dikenal dengan sebutan Bagan Perahu.
Operasi penangkapan dengan Bagan lebih banyak dilakukan pada saat bulan mati
atau sebelum munculnya bulan. Pada saat terang bulan, sinar lampu tidak bisa
mengumpulkan ikan secara maksimal. Target utama dari Bagan adalah ikan teri dan
ikan-ikan permukaan (pelagis kecil) lainnya yang tertarik pada lampu.
Jaring Angkat – Bagan Tancap:
Bagan Tancap adalah bentuk jaring
Angkat yang cara pemasangannya dilakukan secara menetap pada suatu tempat dekat
pantai atau tempat lainnya pada perairan yang dangkal.
Konstruksi tiang pancang Bagan
paling banyak dibuat dengan menggunakan bambu. Di bagian atas sering dibuat
atap rumah untuk nelayan tinggal sementara. Sering kali nelayan juga membuat
tempat menjemur ikan hasil tangkapan dan tempat memasak. Operasi Bagan Tancap
biasanya dilakukan selama beberapa hari. Setiap operasi, nelayan membawa
perbekalan makan dan garam untuk pembuatan ikan asin.
Umur Bagan Tancap biasanya sesuai
dengan kekuatan umur bambu di dalam air. Setelah rusak, bahan-bahan yang
tersisa sering ditinggalkan oleh pimiliknya sehingga bisa mengganggu alur
pelayaran nelayan.
Muro Ami
Muro Ami adalah jaring yang
dioperasikan di daerah terumbu karang untuk menangkap ikan-ikan karang atau
yang terkait dengan terumbu karang. Setelah jaring diletakkan, beberapa nelayan
turun untuk mengganggu dan menghalau ikan ke arah mulut jaring. Umumnya nelayan
yang berenang menggunakan daun kelapa, kayu atau bambu sebagai alat penghalau.
Beberapa nelayan bisa juga berenang sambil memukulkan batu untuk menimbulkan
suara gaduh.
Muro Ami masih menjadi alat yang
penting terutama di Indonesia Bagian Timur karena terumbu karangnya masih cukup
baik. Operasi Muro Ami memerlukan tenaga nelayan yang cukup intensif, terutama
nelayan yang bertugas untuk menghalau ikan. Hasil tangkapan terutama adalah
jenis ikan Ekor Kuning. Jika beruntung nelayan akan mendapatkan ikan Kerapu
Hidup yang berniai ekonomis tinggi.
Jaring Insang – Gill Net
Jaring Insang pada dasarnya adalah
sebidang jaring yang dioperasikan sedemikian rupa untuk menghadang pergerakan
gerombolan ikan (sesuai atau melawan arus). Ikan diharapkan terjerat pada mata
jaring dengan sistem: terjerat pada kepala bagian depan (snagged), terjerat
pada insang (gilled), terjerat pada bagian sirip punggung (wedged) maupun
terpuntal (entangled). Dengan demikian penamaan jaring insang sebenarnya tidak
spesifik untuk ikan yang terjerat pada insang saja.
Jaring Insang termasuk jenis alat
tangkap yang pasif dan selektif. Jaring tidak bergerak, sebaliknya, ikan yang
akan masuk dan berusaha melewati mata jaring sehinga terjerat atau terpuntal.
Dia hanya menangkap ikan-ikan pada kisaran ukuran tertentu sesuai dengan ukuran
mata jaring.
Alat tangkap Jaring Insang
digunakan pada hampir semua daerah di Indonesia. Nama yang paling umum digunakan
adalah Gill net maupun Jaring Insang. Hasil tangkapan terutama ikan-ikan
permukaan seperti tongkol. Namun ada juga jenis Jaring Insang yang khusus
ditujukan untuk menangkap udang dan ikan dasar lainnya.
Jaring Insang – Gill net
Jaring Insang bisa dioperasikan
secara beragam - dipasang secara permanen tidak bergerak (fixed Gill net), juga
bisa dioperasikan hanyut mengikuti arus. Pada jaring insang tetap, jaring
dilengkapi dengan pemberat sampai dasar agar tidak mengikuti arus. Sesuai
dengan ikan yang menjadi target penangkapan, jaring insang juga bisa
dioperasikan pada permukaan, pada kolom air ataupun jaring insang dasar. Hal
ini dilakukan dengan mengatur kekuatan antara pemberat dengan pelampung pada
bagian atas jaring.
Jaring Insang – Gill Net
Jaring Insang bisa dioperasikan
secara melingkar untuk mengurung gerombolan ikan. Hal ini terutama dilakukan
jika lebar jaring mencapai dasar perairan, sehingga sedikit kemungkinan ikan
terlepas melalui bawah jaring. Ketika jaring ditarik secara perlahan, pergerakan
ikan akan semakin terbatas dan akhirnya terjerat atau terpuntal pada jaring.
Seperti telah dijelaskan
sebelumnya, alat tangkap Jaring Insang termasuk jenis alat yang selektif.
Kelemahan dari alat ini adalah ketika mengambil ikan hasil tangkapan harus dilakukan
satu per satu.
Jaring Insang – Jaring Udang
(Trammel Net)
Hampir semua daerah di Indonesia
mengenal Jaring Udang atau Jaring Klitik. Di daerah Utara Jawa, Jaring Udang
juga disebut Jaring Gondrong. Konstruksi Jaring Udang sama dengan Trammel Net. Jaring
ini umumnya terdiri dari tiga-bidang jaring yang disatukan secara bersama. Mata
jaring pada jaring bagian tengah lebih besar dibandingkan dengan ukuran mata
jaring pada jaring tepi. Namun serat Tasi pada jaring tepi terbuat dari serat
mono-filamen yang lebih halus dibandingkan jaring bagian tengah.
Jaring udang bisa dioperasikan
secara vertikal di dasar menghadang pergerakan udang maupun ditebarkan hampir
seluruhnya menutupi dasar. Ujung jaring dihubungkan dengan tali utama yang
diikatkan ke perahu. Jaring biasanya dibiarkan selama sekitar 3 jam sebelum
diangkat. Setiap udang yang melewati jaring biasanya akan tertangkap secara
terpuntal antara jaring tepi dan jaring tengah. Udang hasil tangkapan Jaring
Klitik sebagian besar masih dalam keadaan hidup.
Pukat Lingkar/Cincin – Purse Seine
Pukat Lingkar adalah jaring yang
dioperasikan secara melingkar dan mengurung gerombolan ikan. Jenis alat ini
dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan keberadaan Purse Line , tali Kolor,
pada bagian bawah jaring. Alat yang dilengkapi dengan Tali Kolor memungkinkan
untuk segera menutup bagian bawah jaring (membentuk kantong), sehingga
mengurangi kemungkinan ikan yang sudah terkurung untuk meloloskan diri melalui
bagian bawah jaring. Alat ini disebut Purse Seine, Kursin, Jaring Slerek dan
Pukat Cincin. Jenis yang tidak dilengkapi dengan Tali Kolor sering disebut
dengan istilah Lampara.
Pukat lingkar dirancang khusus
untuk menangkap ikan-ikan permukaan (kelompok pelagis kecil), seperti ikan
Kembung, Layang, Lemuru, Tembang, Kuwe atau Tongkol. Purse Seine sangat umum
digunakan di Perairan Selat Bali untuk menangkap jenis ikan Lemuru. Namun alat
ini juga digunakan pada hampir seluruh perairan Indonesia.
Pukat Lingkar/Cincin – Purse Seine
Pada saat dioperasikan, terutama
siang hari, nelayan mencari dan mengejar sampai menemukan gerombolan ikan
pelagis yang cukup besar. Nelayan kemudian melepas ujing jaring yang dilengkapi
pelampung. Pada saat yang sama, petahu bergerak melepaskan sisa jaring secara
melingkari gerombolan ikan. Sambil melepaskan jaring, nelayan menarik tali
kolor bawah agar jaring segera membentuk seperti mangkok atau kerucut yang
mengecil di bagian bawah. Setelah itu tali ris atas ditarik secara perlahan
sehingga ikan hasil tangkapan mengumpul di dalam kantong jaring. Operasi Purse
Seine sering dibantu dengan Rumpon untuk membuat ikan bergerombol. Pada operasi
malam hari, nelayan biasanya menggunakan alat bantu berupa lampu jenis petromak
atau Sokle. Ikan-ikan pelagis kecil yang tertarik pada lampu akan berkumpul di
sekitar petromak/sokle dan secara perlahan ujung jaring dilepaskan mengelilingi
lampu.
Pada operasi malam hari, nelayan
tidak bisa secara aktif mencari gerombolan ikan. Berdasarkan pengalaman,
nelayan mencari tempat-tempat yang diduga mempunyai ikan cukup banyak dan
meletakkan lampu (operasi pasif). Operasi malam hari umumnya tidak lebih dari
21 hari dalam sebulan. Pada saat mendekati bulan penuh (purnama) dan beberapa
hari setelah bulan penuh, sinar lampu tidak mampu untuk menarik gerombolan
ikan.
Pukat Kantong – Seine Net
Konstruksi alat Pukat Kantong pada
dasarnya tidak berbeda dengan Pukat Harimau. Perbedaan mendasar terletak pada
cara operasi dan penggunaan alat bantu pembukaan mulut jaring. Operasi pukat
kantong tidak bersifat aktif seperti pukat harimau. Ketika seluruh badan jaring
dan tali utama sudah dilepas, pukat kantong tidak ditarik seperti pada Pukat
Harimau. Jadi luas bidang datar yang disapu hanya sepanjang tali utama.
Pukat Kantong bisa dioperasikan
untuk menangkap ikan-ikan permukaan maupun ikan-ikan dasar. Untuk kepentingan
menangkap ikan-ikan permukaan, mulut jaring bagian atas dipasangi pelampung
yang lebih besar sampai mulut jaring bisa terapung di atas permukaan. Sedangkan
untuk menangkap ikan-ikan dasar akan dipasang pemberat pada mulut jaring bagian
bawah yang lebih besar atau pemasangan pelampung yang lebih kecil.
Operasi Pukat Kantong untuk
ikan-ikan permukaan biasanya dibantu dengan pemasangan rumpon yang dilengkapi
lampu di bagian atasnya. Rumpon ini bisa dirancang sebagai rumpon tetap atau
rumpon hanyut yang ditambatkan pada perahu kecil. Nama lokal pukat kantong
berbeda sesuai dengan daerahnya. Di beberapa tempet seperti Utara Jawa dan
Sumatera, pukat kantong permukaan disebut Payang atau Lampara, sedangkan di
tempat lain seperti Madura disebut Oras.
Pukat Kantong – Dogol (Danish
Seine)
Dogol adalah nama daerah untuk
Pukat Kantong di daerah Utara Jawa yang bertujuan untuk menangkap ikan-ikan
dasar. Konstruksi dari alat tangkap Dogol mirip dengan alat tangkap Danish
Seine sehingga nama Dogol sering digunakan sebagai terjemahan langsung untuk
Danish Seine. Di daerah Madura dan Jawa Utara Bagian Timur, Dogol juga sering
disebut dengan nama Payang Hitam.
Seperti pada Payang, Dogol juga
termasuk jenis alat yang tidak aktif, tidak seperti trawl. Pada ujung sayap
jaring dipasang besi batangan yang dihubungkan dengan tali utama, dengan tujuan
untuk mempertahankan mulut jaring bagian atas tetap menghadap ke permukaan.
Target utama dari alat Dogol adalah Udang dan ikan-ikan dasar seperti Peperek,
Manyung, Biji Nangka dan Kuniran.
Pukat Kantong – Jaring Tarik /
Pukat Pantai (Beach Seine)
Bentuk paling tradisional dari
Pukat Kantong di Indonesia adalah Pukat Pantai (beach Seine) dan Pukat Perahu
(Boat Seine). Pukat Pantai di berbagai daerah disebut juga dengan istilah
Jaring Tarik.
Operasi Pukat Pantai dimulai dengan
mengikat salah satu ujung tali sayap di pantai. Selanjutnya tali di ulur ke
arah tengah laut dengan menggunakan jukung. Setelah tali saya habis (sekitar
400 m), tali dihubungkan dengan ujung sayap dan dilanjutkan dengan melepaskan
jaring. Ujung sayap kedua diikatkan dengan tali utama kedua dan dibawa ke arah
pantai dengan bantuan jukung. Dari pantai, kedua ujung tali ditarik dengan
menggunakan tenaga manusia. Alat ini ditemukan pada hampir seluruh wilayah di
Indonesia, terutama pada lokasi dimana kurang memungkinkan untuk menggunakan
teknologi yang lebih tinggi.
Jenis Pukat Kantong yang sederhana
lainnya adalah Pukat Perahu. Konstruksi alat ini sama dengan Jaring Tarik,
hanya penarikan jaring dilakukan dari atas perahu, namun masih menggunakan
tenaga manusia. Sedangkan pada Dogol, penarikan jaring umumnya dialkukan dengan
menggunakan alat bantu Gardan.
Pukat Harimau – Trawl
Berdasarkan Keputusan Presiden No.
39 tahun 1980, alat tangkap Pukat Harimau (Trawl) sudah dilarang beroperasi di
Indonesia. Walaupun sudah mengalami modifikasi, alat tangkap ini masih
ditemukan di beberapa tempat. Pada tahun 2005 dibuatlah standar konstruksi
“Pukat Tarik Dasar Kecil” yang termasuk dalam kategori Pukat kantong. Oleh
karena itu ada baiknya kalau kita mempelajari bentuk umum dari alat tangkap
Pukat Harimau ini.
Pukat Harimau (Trawl) adalah jaring
yang berbentuk kantong, operasinya secara aktif, ditarik oleh satu atau dua
kapal dalam jangka waktu tertentu. Ukuran mata jaring pada ujung kantong
(cod-end) lebih kecil dibandingkan mata jaring pada bagian sayap depan. Pukat
Harimau bisa dioperasikan di dasar perairan (bottom trawl), wilayah kolom air
(mid-water trawl) maupun permukaan (surface-water trawl). Hal ini bisa
dilakukan dengan mengatur pemberat pada mulut jaring bagian bawah dan pelampung
pada mulut jaring bagian atas. Pengaturan pemberat dan pelampung pada mulut
jaring juga berfungsi untuk mengatur pembukaan mulut jaring secara vertikal.
Pembukaan mulut jaring secara
horizontal dilakukan dengan menggunakan ‘Otter Board’ pada kedua sisi tali ris.
Ketika jaring ditarik, arus air yang berlawanan dengan otter board akan
mendorong otter board melebar secara maksimum ke arah samping.
Pukat Harimau - Trawl
Jika ukuran jaring terlalu besar,
dia bisa ditarik dengan menggunakan dua kapal secara bersamaan. Metode operasi
ini relatif jarang dilakukan karena kurang praktis di lapangan.
Membukanya mulut jaring trawl
secara melebar juga bisa dilakukan dengan meletakkan beam, plat besi, pada
mulut jaring bagian atas. Pembukaan melebar mulut jaring tergantung dari
panjangnya ukuran beam. Mulut jaring bagian bawah berada di belakang beam. Pada
mulut jaring bagian bawah dipasang rantai pengejut, sejenis pemberat untuk
menggaruk dasar. Dengan cara ini, udang atau ikan dasar akan merespon ke atas
dan terperangkap masuk ke bagian kantong atau cod-end.
Pukat Harimau - Trawl
Jika tenaga kapal penarik cukup
besar dan ukuran jaring trawl ralatif kecil, maka kapal bisa memasang rigger,
penarik ganda, masing-masing pada bagian sisi lambung kapal. Alat trawl jenis
ini disebut double-rig trawl. Satu kapal
juga bisa menarik dua trawl sekaligus dengan cara yang berbeda. Cara operasi
seperti ini disebut otter twin trawl, dan membutuhkan hanya satu rigger.
Pukat Harimau secara dominan
ditujukan untuk menangkap ikan-ikan dasar, terutama udang yang mempunyai nilai
ekonomis tinggi. Operasi alat ini dilakukan pada habitat dasar yang tidak
keras, seperti pasir atau lumpur. Penggunaan alat ini pada dasar yang keras
seperti karang, akan menyebabkan kerusakan pada jaring. Di Indonesia jenis alat
tangkap ini banyak beroperasi di wilayah Sumatera bagian timur, Kalimantan,
Laut Jawa dan Papua bagian Barat.
Pukat Harimau - Trawl
Pada operasi di dasar, trawl akan
menyebabkan kerusakan habitat walaupun trawl termasuk alat tangkap yang efektif
menangkap hampir semua ikan pada berbagai ukuran yang berbeda. Hal ini jelas
akan menyebabkan terjadinya over-fishing secara cepat. Untuk setiap 1 kg hasil
tangkapan udang, trawl harus membuang hasil sampingan (by-catch) sampai 15 kg.
Ikan-ikan by-catch tersebut harus dibuang ke laut karena tidak bisa ditampung
di kapal. Dengan demikian, penangkapan trawl akan mengganggu keseimbangan
komposisi spesies.
Para ahli menambahkan alat by-catch
reduction device di depan kantong trawl. Ikan-ikan non-traget yang tidak
diperlukan bisa keluar melalui BRD. Hasilnya menunjukkan pengurangan hasil
tangkapan ikan non-target yang cukup nyata. Namun cara ini masih belum menjadi solusi
yang komprehensif karena sifat trawl yang efektif dan marusak habitat.
Alat Lain - Other Gears
Semua alat tangkap yang tidak
termasuk ke dalam 9 kategori tersebut di atas dimasukkan ke dalam kategori Alat
Lain. Termasuk ke dalam kategori ini adalah Jala atau Pencar, alat yang
dijatuhkan (Falling Gear) lainnya, Tombak (Harpoon), Panah atau Ter (Spear
Gear).
Jala atau Pencar adalah jaring yang
dibuat berbentuk melingkar. Ujung jaring bagian luar dilengkapi dengan
pemberat. Sedangkan pada titik tengah jaring diikatkan tali utama yang
panjangnya beberapa meter saja. Operasi Pencar dilakukan dengan menjatuhkan
jaring sedemikian rupa sehingga pada saat di air terbuka secara maksimal.
Tangan kanan nelayan memegang jaring, sedangkan tangan kiri memegang ujung tali
yang terkait pada pusat jaring. Karena pengaruh pemberat, bagian luar jaring
akan segera tenggelam dan mengurung ikan. Jaring ini ditarik secara perlhan dan
ikan hasil tangkapan akan terpuntal di dalam jaring. Operasi Pencar dilakukan
di sekitar pantai atau perairan yang dangkal. Beberapa nelayan melempar Pencar
dari perahu, namun kebanyakan operasi langsung dari pantai (tanpa perahu).
Alat Pencar sudah tidak banyak
digunakan oleh nelayan belakangan ini. Dari pengalaman nelayan membuat jaring
Pencar, mereka mendapat pesanan dari petambak untuk membuat jaring jenis ini
untuk dioperasikan di tambak. Petani tambak di daerah Sumatera, Jawa dan
Kalimantan banyak memerlukan Pencar dalam melakukan sampling pertumbuhan udang.
Alat Lain – Other Gears
Ter, Panah atau Spear Gear
termasuk kategori Alat Lain yang terdiri dari busur pemegang, tali penarik,
anak panah dan tali yang salah satu ujungnya terikat dengan anak panah
sedangkan ujung satunya dihubungkan dengan pelampung. Paling tidak, nelayan
menggunakan alat bantu Google agar bisa melihat ikan dengan baik di
dalam air. Beberapa nelayan bahkan mulai menggunakan snokel dan fin.
Daerah penangkapan utama dari alat
Ter atau Panah adalah terumbu karang. Secara tradisional, alat ini dulunya
digunakan untuk menangkap Penyu. Bagian tubuh Penyu yang menjadi sasaran Panah
adalah sirip depan atau belakang karena dengan cara ini penyu hasil tangkapan
bisa bertahan hidup. Jika Panah mengenai bagian tubuh penyu, maka dia akan
segera mati dan tidak bisa dijual kepada pedagang.
Sejak awal tahun 1980an,
penangkapan Penyu sudah dilarang oleh Pemerintah Indonesia. Secara bertahap,
nelayan yang mempunyai keahlian menggunakan Panah beralih untuk menangkap
ikan-ikan karang atau yang terkait dengan terumbu karang.
Alat Lain – Bom/Peledak
Bom / Peledak atau Dinamit adalah
sejenis alat tangkap tidak ramah lingkungan yang sudah dilarang oleh
pemerintah. Namaun alat ini secara sembunyi-sembunyi masih banyak digunakan
oleh nelayan pada hamper seluruh wilayah di Indonesia. Alat ini mulanya
diperkenalkan oleh tentara Jepang pada Perang Dunia II di Filipina. Tentara
jepang menggunakan alat sejenis Granat untuk menangkap ikan. Nelayan local
meniru penggunaan alat ini karena dirasakan relative murah, mudah dan efektif
walaupun dengan resiko kecelakaan yang cukup besar. Dengan berakhirnya PD II,
nelayan kesulitan untuk mendapatkan bahan-baha peledak. Akhirnya, mereka
mencara bahan-bahan yang tersedia secara local, seperti campuran pupuk nitrat
dan minyak tanah sebagai bahan dasar. Beberapa nelayan mengkhususkan untuk
menciptakan sumbu ledak. Pengalaman ini dibawa secara berantai dari Filipina
menuju Kalimantan dan Sulawesi. Sekarang, jenis alat ini sudah menyebar pada
hamper seluruh wilayah di Indonesia.
Bom utamanya digunakan untuk
menangkap ikan-ikan yang bergerombol, seperti ikan-ikan pelagis kecil (Lemuru,
tembang, Layang dan Selar). Informasi dari nalayn Nusa tenggara Timur
mendapatkan bahwa alat ini juga bisa digunakan untuk menangkap ikan Tongkol dan
Tuna. Pada operasi di daerah terumbu karang, bom ditujukan untuk menangkap
ikan-ikan seperti Ekor Kuning dan Beronang.
Alat Lain – Kompresor Hookah
Kompresor Hookah terdiri dari mesin
kompresor yang akan menghasilkan udara, slang plastik untuk mengalirkan udara
kepada penyelam, octopus ujung slang udara tempat penyelam menghisap udara dari
mulut, perlengkapan menyelam (snorkel dan fin) dan serok untuk mengambil ikan
hasil tangkapan. Alat ini digunakan untuk menangkap Teripang, Kerang dan
Lobster. Hookah kompresor juga digunakan oleh beberapa nelayan dalam meletakkan
alat Bubu di dasar peraitan. Dengan cara ini, nelayan bisa mencari tempat yang
tepat untuk meletakkan atau melakukan pemasangan Bubu. Dengan berkembangnya
perdagangan ikan Kerapu hidup (life-reef fish trade) dan ikan hias, alat hookah
kompresor sering dihubungkan dengan penggunaan bahan potasium sianida untuk
menangkap ikan.
Potasium sianida adalah sejenis
bius yang disemprotkan kepada ikan yang sulit ditangkap dengan jenis alat
lainnya. Ikan yang terkena sianida bisa mengalami pingsan untuk sementara waktu
sehingga mudah diambil oleh penyelam. Setelah mengalami pergantian air dia akan
sadar kembali walaupun beberapa organ sudah mengalami kerusakan seperti insang
atau mata. Selain itu, bius juga bisa merusak terumbu karang dan lingkungan
habitat lainnya. Karena keterkaitannya dengan penggunaan obat bius sianida,
pemerintah Kabupaten Manggarai Barat sudah melarang penggunaan alat hookah
kompresor di wilayah tersebut.
Rumpon – alat bantu mengumpulkan
ikan
Sejak awal tahun 1980an, nelayan mulai
mengenal Rumpon sebagai alat bantu untuk mengumpulkan atau memperbesar
kelimpahan gerombolan ikan. Pada dasarnya Rumpon terdiri dari Pemberat, tali,
kili-kili, rakit dan rumbai-rumbai berasal dari daun kelapa. Pemberat yang
dijatuhkan ke dasar perairan, diikatkan dengan tali dan kili-kili untuk
dihubungkan dengan pelampung di permukaan berupa rakit bambu. Rakit bambu juga
bersfungsi sebagai tanda keberadaan rumpon, tempat menaruh lampu maupun
persinggahan sementara nelayan yang menjaga atau menyewakan rumpon.
Rumbai-rumbai daun kelapa digantungkan di bawah rakit. Secara bertahap
ikan-ikan kecil akan berkumpul dekat rumbai sebagai tempat berlindung dan
mencari makan. Hal ini akan diikuti oleh ikan-ikan yang lebih besar dan
ikan-ikan yang menjadi target penangkapan.
Saat ini, banyak alat tangkap ikan
permukaan memanfaatkan alat bantu Rumpon dan lampu, termasuk Jaring Slerek
(Purse seine), Payang, Lampara dan Pancing. Hampir setiap tahun Pemerintah
selalu mengeluarkan subsidi untuk pengadaan Rumpon. Pada satu sisi, Rumpon bisa
dianggap efektif dalam meningkatkan gerombolan ikan dan meningkatkan hasil
tangkapan nelayan. Namun pada sisi lain, Rumpon juga bisa menjadi salah satu
faktor pendorong terjadinya penangkapan berlebih.
Rumpon - alat bantu mengumpulkan
ikan:
Rumpon ada juga yang dirancang
untuk ditempatkan pada dasar perairan. Pada pertengahan tahun 1980an Pemerintah
meletakkan bekas-bekas becak di dasar laut Pantai Utara Jakarta. Bahan-bahan
ini bertujuan untuk membentuk susunan dasar keras (fix) dalam rangka
menumbuhkan habitat seperti terumbu karang dan menjadi rumah-rumah ikan. Rumpon
juga bisa menggunakan seperti ban bekas yang dirakit sedemikian rupa menyerupai
rumah-rumah ikan. Bahan-bahan ini akan ditumbuhi lumut dan karang yang membuat
ikan-ikan kecil berkumpul. Pada akhirnya, Rumpon akan menarik ikan-ikan besar
ikut berkumpul mencari makan. Kesempatan ini digunakan oleh nelayan untuk
mendapatkan ikan hasil tangkapan yang lebih banyak.
Karamba pengumpul ikan-ikan karang
hidup:
Sejak pertengahan tahun 1980an di
Indonesia berkembang pemasaran ikan-ikan karang hidup (life-reef food fish)
untuk kebutuhan pasar ekspor. Tujuan utama ekspor adalah Singapura, Taiwan,
Hongkong dan Jepang. Nelayan lokal mulai mengusahakan penangkapan ikan-ikan
jenis karang dengan menggunakan pancing atau potasium sianida, jenis bahan
kimia beracun yang bisa membuat ikan tidak sadar sementara waktu. Potas juga
bisa merusak organ seperti insang dan mata. Jika penangkapan dilakukan dengan
pancing, nelayan biasanya menggunakan slang plastik untuk mengeluarkan udara
dari gelembung renang. Slang karet/plastik tersebut dimasukkan melalui anus.
Sebelum ikan-ikan diambil oleh
[pedagang antara atau pembeli/eksportir, ikan biasanya disimpan dalam karamba di
sekitar pantai yang aman. Karamba-karamba apung tersebut umumnya dibuat dari
jaring berukuran sekitar 3x3 m (kedalaman 2 – 3 m) yang dibuat terapung dengan
drum plastik. Untuk mengurangi sinar yang berlebihan pada siang hari, nelayan
menaruh jaring atau rumbai-rumbai daun kelapa di atas karamba. Setelah
kuantitas hasil tangkapan dianggap cukup untuk mendatangkan pembeli, nelayan
bisa mengundang pengepul atau eksportir langsung dari Hongkong.
Ringkasan
Presentasi termasuk diskusi pada
dasarnya membahas empat hal pokok yaitu:
- Batasan perikanan, Rumah Tangga dan Nelayan
- Armada Perikanan Tangkap (Fishing Vessels)
- Kategori Alat Tangkap (Fishing Gear) dan
- Alat Bantu Penangkapan (Rumpon)
Semua pengetahuan tersebut akan
membantu peserta untuk mengenal lebih dalam tentang perikanan tangkap, terutama
jenis-jenis alat tangkap yang umum dipakai di Indonesia. Dengan tambahan
pengetahuan ini peserta diharapkan lebih percaya diri dalam berdiskusi dengan
pihak pengelola perikanan dan mampu menyusun pesan-pesan kampanye sesuai dengan
kondisi lokal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar