Pages

Welcome in MY BLOG....!!Terima kasih sudah berkunjung dan semoga bermanfaat ^_^.

Senin, 01 Oktober 2012

EKOSISTEM LAMUN Oleh Ir. Mulyanto, M.Si

DESKRIPSI
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang (rhizome), daun, bunga dan buah. Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae) (Wood et al. 1969; Thomlinson 1974; Azkab 1999). Vegetasi lamun memiliki akar rimpang (rhizome) yang merupakan batang terpendam dalam tanah, merayap secara mendatar dan berbuku – buku. Pada buku – buku tersebut tumbuh akar ke arah bawah dan batang pendek yang tegak ke atas, berdaun dan berbunga (Nontji, 1993). Daun lamun tipis, memanjang seperti pita, dilengkapi saluran air (Nybakken, 1992). Bentuk daun ini dapat memaksimalkan difusi gas dan nutrien antara daun dan air, juga memaksimalkan proses fotosintesis di permukaan daun (Philips dan Menez, 1988). Daun tidak banyak mengandung serat seperti rumput yang hidup di darat, dapat menyerap nutrien langsung dari air, dan rongga (saluran air) di dalamnya menyebabkan daun dapat berdiri tegak di air (Hutomo,1997). Sebagian besar lamun berumah dua, artinya dalam satu individu hanya ada jantan saja atau betina saja. Sistem pembiakannya bersifat khas karena melalui penyerbukan dalam air (Nontji, 1993). Artinya produksi serbuk sari dan penyerbukan sampai pembuahan semuanya terjadi dalam air laut.

Lamun dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub, berjumlah 52 jenis (spesies). Di Indonesia hanya ada 2 famili, 7 genus, 12 spesies (Tabel 1). Spesies lamun ada yang dapat membentuk ekosistem tunggal (populasi) antara lain Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodoceae serulata dan Thallasiadendron ciliatum. Di Indonesia, penyebaran Thalasiadendron ciliatum terbatas, Halophila decipiens ditemukan di Teluk Jakarta, Teluk Moti-Moti dan Kepulaun Aru, sedangkan Halophila spinulosa dapat ditemukan di daerah Riau, Anyer, Baluran, Irian Jaya, Belitung dan Lombok (Den Hartog, 1970; Azkab, 1999; Bengen 2001)

Klasifikasi lamun menurut Phillips dan Menez (1988) adalah sebagai berikut :
Divisi: Anthophyta
Kelas:
Angiospermae
Subkelas: Monocotyledonae
Ordo: Helobiae

FAKTOR ABIOTIK
Suhu
Suhu mempengaruhi proses fotosintesis, respirasi, pertumbuhan, reproduksi. Untuk perkembangan optimum 28°C-30°C, sementara untuk fotosintesis optimum 25°C-35°C (cahaya penuh).
Kecepatan arus
Kecepatan arus mempengaruhi transport / ketersediaan nutrien dan hilangnya limbah metabolisme (Moore, 1958), juga produktifitas, contohnya Turtle grass menghasilkan standing crop maksimal pada kecepatan arus 0.5 m / detik (Dahuri et al., 1996).
Salinitas 10 - 40°/oo., optimum toleransi 35°/oo (Dahuri et al,. 1996).
Kecerahan, sampai mencapai vegetasi (dasar perairan).
Substrat dasar lunak sehingga dapat ditembus akar rimpang. Padang lamun hidup di berbagai tipe sedimen, mulai dari lumpur sampai sedimen dasar yang terdiri dari 40% endapan lumpur (Dahuri et al., 1996). Peranan ketebalan substrat dalam stabilitas sedimen mencakup dua hal,yaitu (1)pelindung tanaman dari arus laut, dan (2) tempat pengolahan dan pemasok nutrien (Berwick, 1983).

Di perairan Indonesia lamun dapat tumbuh di substrat (1) lumpur, (2) lumpur pasiran, (3) pasir, (4) pasir lumpuran, (5) puing karang dan (6) batu karang. Nutrien diambil dari kolom air oleh daun, dan substrat oleh akar.

FAKTOR BIOTIK
Ekosistem lamun memiliki diversitas dan densitas fauna yang tinggi karena (1) gerakan daun lamun dapat merangkap larva invertebrata dan makanan tersuspensi pada kolom air, (2) lamun dapat menghalangi pemangsaan fauna bentos sehingga kerapatan dan keanekaragaman fauna bentos tinggi. Menurut Romimohtarto dan Juwana (1999) ekosistem lamun memiliki kerapatan fauna keanekaragaman sebesar 52 kali untuk epifauna dan sebesar 3 kali untuk infauna dibandingkan pada daerah hamparan tanpa tanaman lamun. Organisme penghuni lamun antara lain:
Ikan
Krustasea
Moluska (Pinna sp, Lambis sp, Strombus sp)
Ekinodermata (Holothuria sp, Synapta sp, Diadema sp, Arcbaster sp, Linckia sp)
Cacing ( Polichaeta) (Bengen, 2001).
Dekapoda (kepiting)
Duyung (Dugong dugon) mengkonsumsi lamun.
Penyu hijau (Chelonia mydas) mengkonsumsi lamun.

ASOSIASI
Asosiasi padang lamun dengan terumbu karang:
Rhizoma lamun mengikat dan menstabilkan sedimen, daun menghambat arus dan "menangkap" bahan organik dan anorganik . Maka garis pantai terlindung dari erosi atau penimbunan sedimen di terumbu karang terhalangi.

Banyak spesies ikan terumbu karang pada saat mudanya hidup, mencari makan dan memperoleh naungan terhadap predator di padang lamun. Dengan demikian padang lamun memberikan sumbangan terhadap produktivitas sekunder terumbu karang.

Asosiasi padang laum dengan rumput laut. Di padang lamun, juga tumbuh berbagai jenis rumput laut, yang terdiri dari 18 spesies, yaitu 9 spesies algae hijau (Chlorophyta), 3 spesies algae coklat (Phaeophyta) dan 6 spesies algae merah ( Rhodophyta).

Asosiasi padang lamun dengan komunitas ikan. Ada 7 karakteristik untuk ikan yang berasosiasi dengan lamun (Bell dan Pollard, 1989) 
1. Keanekaragaman dan kelimpahan ikan lebih tinggi dibandingkan tidak ada lamun.
2. Lamanya asosiasi berbeda-beda sesuai dengan spesies dan fase siklus hidup ikan.
3. Sebagian besar asosiasi dijembatani oleh plankton, jadi padang lamun adalah daerah asuhan ikan.
4. Makanan utama iakan adalah zooplankton dan epifauna krustasea.
5. Ada pembagian sumberdaya yang menentukan komposisi spesies ikan.
6. Ada asosiasi dengan ekosistem lain. Kelimpahan dan komposisi spesies ikan juga tergantung pada terumbu karang, estuaria dan mangrove.
7. Komunitas ikan dari padang lamun yang berbeda seringkali berbeda juga, walaupun dua habitat itu berdekatan.

Kajian asosiasi padang lamun dengan ikan di Indonesia, oleh Hutomo dan Martosewojo (1977), dilakukan di Pulau Pari yang merupakan padang lamun Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides. Jumlah ikan  yang ditemukan 32 famili 78 spesies, dan hanya 6 famili  (Apogonidae, Atherinidae, Labridae, Gerridae, Siganidae dan Monacanthidae) yang hidupnya menetap. Karakterisik ikan di padang lamun P. Pari tersebut adalah:
- Penghuni tetap, memijah dan sebagian besar fase hidup di padang lamun (contohnya Apogon margaritoporous).
- Menetap dari fase juvenile sampai dewasa, tetapi memijah di luar padang lamun (contoh Halichoeres leparensis, Pranaesus duodecimalis, Paramia quinquilineata, Gerres macrosoma, Monachantus tomentosus, M.hajam, Hemiglyphidodon plagyometopon, Synadhoides biaculeatus).
- Menetap hanya pada fase juvenile (contoh Siganus canaliculatus, S.virgatus, S.chrysospilos, Lethrinus spp, Scarus spp, Abudefduf spp, Monachnthus mylii, Mulloides samoensis, Pelates quadrilineatus, Upeneus tragula).
- Menetap sewaktu-waktu atau singgah untuk berlindung atau mencari makan.

FUNGSI LAMUN
Menurut Nybakken (1988) fungsi ekologis padang lamun adalah: (1) sumber utama produktivitas primer, (2) sumber makanan bagi organisme dalam bentuk detritus, (3) penstabil dasar perairan dengan sistem perakarannya yang dapat menangkap sediment (trapping sediment), (4) tempat berlindung bagi biota laut, (5) tempat perkembangbiakan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground), serta sumber makanan (feeding ground) bagi biota-biota perairan laut, (6) pelindung pantai dengan cara meredam arus, (7) penghasil oksigen dan pereduksi karbondioksida di dasar perairan.

Nilai ekonomi dan ekologi padang lamun (manfaat ekonomi total), terkait dengan biota yang hidupnya tergantung dengan ekosistem padang lamun sebesar U$ 412.325 per ha per tahun atau 11,3 milyar rupiah per hektar per tahun (Fortes, 1990).  Di Inodnesia terdapat hingga 360 spesies ikan (seperti ikan baronang), 117 jenis makro-alga, 24 jenis moluska, 70 jenis krustasea, dan 45 jenis ekinodermata (seperti teripang) yang hidupnya didukung oleh ekosistem padang lamun. Disamping itu, padang lamun telah dimanfaatkan secara langsung oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti untuk makanan, pupuk, obat-obatan.

KERUSAKAN EKOSISTEM LAMUN
Kerusakan ekosistem lamun, antara lain, karena reklamasi dan pembangunan fisik di garis pantai, pencemaran, penangkapan ikan dengan cara destruktif (bom, sianida, pukat dasar), dan tangkap lebih (over-fishing). Pembangunan pelabuhan dan industri di Teluk Banten, misalnya, telah melenyapkan ratusan hektar padang lamun. Tutupan lamun di Pulau Pari (DKI Jakarta) telah berkurang sekitar 25 persen dari tahun 1999 hingga 2004.

Mengingat ancaman terhadap padang lamun semakin meningkat, akhir-akhir ini mulailah timbul perhatian untuk menyelamatkan padang lamun. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil juga telah mengamanatkan perlunya penyelamatan dan pengelolaan padang lamun sebagai bagian dari pengelolaan terpadu ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil. Program pengelolaan padang lamun berbasis masyarakat yang pertama di Indonesia adalah Program Trismades (Trikora Seagrass Management Demonstration Site) di pantai timur Pulau Bintan, Kepulauan Riau, yang mendapat dukungan pendanaan dari Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) dan baru dimulai tahun 2008.

Awal Oktober 2009, tiga badan PBB, yakni UNEP, FAO, dan UNESCO, berkolaborasi meluncurkan laporan yang dikenal sebagai Blue Carbon Report. Laporan ini menggarisbawahi peranan laut sebagai pengikat karbon (blue carbon), sebagai tandingan terhadap peranan hutan daratan (green carbon) yang selama ini sangat mendominasi wacana dalam masalah pengikatan karbon dari atmosfer. Di seluruh laut terdapat tumbuhan yang dapat menyerap karbon dari atmosfer lewat fotosintesis, baik berupa plankton yang mikroskopis maupun yang berupa tumbuhan yang hanya hidup di pantai seperti di hutan mangrove, padang lamun, ataupun rawa payau (salt marsh). Meskipun tumbuhan pantai (mangrove, padang lamun, dan rawa payau) luas totalnya kurang dari setengah persen dari luas seluruh laut, ketiganya dapat mengunci lebih dari separuh karbon laut ke sedimen dasar laut.

Keseluruhan tumbuhan mangrove, lamun, dan rawa payau dapat mengikat 235-450 juta ton karbon per tahun, setara hampir setengah dari emisi karbon lewat transportasi di seluruh dunia. Dengan demikian, penyelamatan ekosistem padang lamun sangat penting, dan tidak kalah strategis, dibandingkan dengan pengelolaan ekosistem terumbu karang yang sudah mulai mendunia dengan Coral Triangle Initiative atau ekosistem mangrove dengan Mangrove for the Future.

Tidak ada komentar:

Popular Posts

Followers