PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di Era Globalisasi modern ini, salah satu gaya bahasa yang sedang digandrungi oleh anak-anak muda di Indonesia adalah bahasa Alay. Baik penggunaan dalam dunia nyata maupun dunia maya. Contohnya bahasa Alay yang digunakan dalam media elektronik seperti handphone, facebook atau Twitter. Bahkan mungkin bukan hanya anak muda saja yang menggunakan bahasa alay tersebut tapi bisa juga orang-orang dewasa lainnya. Untuk itu diperlukan adanya suatu penyuluhan yang optimal terhadap kondisi bahasa Indonesia saat ini, agar masyarakat Indonesia tahu apa yang harus dilakukannya sekarang dan waktu yang akan datang.
Alay adalah singkatan dari Anak Layangan, Alah Lebay, Anak Layu atau Anak Kelayapan yang menghubungkannya dengan anak jarpul (jarang pulang). Tapi mungkin yang paling dikenal oleh masyarakat adalah Anak Layangan. Alay adalah gejala yang dialami oleh pemuda dan pemudi bangsa Indonesia, yang ingin diakui statusnya diantara teman-temannya. Gejala ini akan mengubah gaya tulisan dan gaya berpakaian, sekaligus meningkatkan kenarsisan yang cukup mengganggu masyarakat pada umumnya.
Bahasa alay merupakan bahasa sandi yang hanya berlaku dalam konunitas mereka. Tentu saja itu tidak mungkin digunakan ke pihak di luar komunitas mereka misalnya guru dan orang tua. Penggunaan bahasa sandi itu menjadi masalah bila digunakan dalam komunikasi massa karena lambang yang mereka pakai tidak dapat dipahami oleh segenap khalayak media massa atau dipakai dalam komunikasi formal secara tertulis.
Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Fonem adalah unsur terkecil dari bunyi ucapan yang bisa digunakan untuk membedakan arti dari satu kata. Sintaks adalah penggabungan kata menjadi kalimat berdasarkan aturan sistematis yang berlaku pada bahasa tertentu.
Setiap hari kita menggunakan bahasa. Apabila kita berbicara, kita menggunakan bahasa ragam lisan. Apabila kita menulis atau mengarang, kita menggunakan bahasa ragam tulis. Demikian pula halnya apabila kita menggunakan bahasa Indonesia. Kita menggunakan bahasa Indonesia ragam lisan apabila kita berbicara. Kita menggunakan bahasa Indonesia ragam tulis apabila kita menulis. Pengalaman sehari-hari menunjukkan bahwa kita lebih banyak menggunakan bahasa ragam lisan daripada ragam tulis.
Kita menggunakan bahasa, baik ragam lisan maupun ragam tulis, karena ingin menyampaikan sesuatu kepada orang lain dengan maksud tertentu. Sesuatu itu mungkin mengenai peristiwa, gagasan, seseorang, atau perasaan. Orang lain tempat kita menyampaikan sesuatu itu mungkin orang tua, sahabat, guru, kenalan, atasan, atau bawahan kita. Maksud penyampaian sesuatu itu berupa kehendak agar, misalnya, orang itu dapat memahami atau merasakan sesuatu yang kita sampaikan itu.
Rumusan Masalah
Penggunaan bahasa Alay akan mengancam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar walaupun penggunaannya hanya dalam media elektronik seperti HP (Hand Phone), Facebook atau Twitter. Dalam makalah ini dapat disusun rumusan masalahnya sebagai berikut:
Di Era Globalisasi modern ini, salah satu gaya bahasa yang sedang digandrungi oleh anak-anak muda di Indonesia adalah bahasa Alay. Baik penggunaan dalam dunia nyata maupun dunia maya. Contohnya bahasa Alay yang digunakan dalam media elektronik seperti handphone, facebook atau Twitter. Bahkan mungkin bukan hanya anak muda saja yang menggunakan bahasa alay tersebut tapi bisa juga orang-orang dewasa lainnya. Untuk itu diperlukan adanya suatu penyuluhan yang optimal terhadap kondisi bahasa Indonesia saat ini, agar masyarakat Indonesia tahu apa yang harus dilakukannya sekarang dan waktu yang akan datang.
Alay adalah singkatan dari Anak Layangan, Alah Lebay, Anak Layu atau Anak Kelayapan yang menghubungkannya dengan anak jarpul (jarang pulang). Tapi mungkin yang paling dikenal oleh masyarakat adalah Anak Layangan. Alay adalah gejala yang dialami oleh pemuda dan pemudi bangsa Indonesia, yang ingin diakui statusnya diantara teman-temannya. Gejala ini akan mengubah gaya tulisan dan gaya berpakaian, sekaligus meningkatkan kenarsisan yang cukup mengganggu masyarakat pada umumnya.
Bahasa alay merupakan bahasa sandi yang hanya berlaku dalam konunitas mereka. Tentu saja itu tidak mungkin digunakan ke pihak di luar komunitas mereka misalnya guru dan orang tua. Penggunaan bahasa sandi itu menjadi masalah bila digunakan dalam komunikasi massa karena lambang yang mereka pakai tidak dapat dipahami oleh segenap khalayak media massa atau dipakai dalam komunikasi formal secara tertulis.
Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Fonem adalah unsur terkecil dari bunyi ucapan yang bisa digunakan untuk membedakan arti dari satu kata. Sintaks adalah penggabungan kata menjadi kalimat berdasarkan aturan sistematis yang berlaku pada bahasa tertentu.
Setiap hari kita menggunakan bahasa. Apabila kita berbicara, kita menggunakan bahasa ragam lisan. Apabila kita menulis atau mengarang, kita menggunakan bahasa ragam tulis. Demikian pula halnya apabila kita menggunakan bahasa Indonesia. Kita menggunakan bahasa Indonesia ragam lisan apabila kita berbicara. Kita menggunakan bahasa Indonesia ragam tulis apabila kita menulis. Pengalaman sehari-hari menunjukkan bahwa kita lebih banyak menggunakan bahasa ragam lisan daripada ragam tulis.
Kita menggunakan bahasa, baik ragam lisan maupun ragam tulis, karena ingin menyampaikan sesuatu kepada orang lain dengan maksud tertentu. Sesuatu itu mungkin mengenai peristiwa, gagasan, seseorang, atau perasaan. Orang lain tempat kita menyampaikan sesuatu itu mungkin orang tua, sahabat, guru, kenalan, atasan, atau bawahan kita. Maksud penyampaian sesuatu itu berupa kehendak agar, misalnya, orang itu dapat memahami atau merasakan sesuatu yang kita sampaikan itu.
Rumusan Masalah
Penggunaan bahasa Alay akan mengancam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar walaupun penggunaannya hanya dalam media elektronik seperti HP (Hand Phone), Facebook atau Twitter. Dalam makalah ini dapat disusun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Apakah penggunaan bahasa Alay mempunyai pengaruh terhadap bahasa Indonesia? Dan bagaimana cara masyarakat menanggapi hal tersebut?
2. Bagaimana ciri-ciri bahasa yang dikategorikan dalam bentuk bahasa Alay? Dan apa dampak positif (negative) yang ditimbulkan dari penggunaan bahasa Alay tersebut?
Maksud dan Tujuan
Maksud dan Tujuan
Dalam penyusunan makalah ini yang berjudul Analisis Penggunaan Bahasa Indonesia Alay Dalam Media Elektronik, penulis mempunyai tujuan yaitu untuk lebih memahami lebih luas bentuk-bentuk bahasa yang dikategorikan sebagai bahasa Alay, agar mampu menghindari penggunaan tersebut.
Dengan adanya makalah ini penulis juga dapat mengetahui seberapa besar dampak yang ditimbulkan dengan digunakannya bahasa Alay tersebut dalam media elektronik (Hand Phone), khususnya masyarakat yang masih bersekolah.
Dengan adanya makalah ini penulis juga dapat mengetahui seberapa besar dampak yang ditimbulkan dengan digunakannya bahasa Alay tersebut dalam media elektronik (Hand Phone), khususnya masyarakat yang masih bersekolah.
PEMBAHASAN
Landasan Teori
“Kami, putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”, demikianlah bunyi alenia ketiga sumpah pemuda yang telah dirumuskan oleh para pemuda yang kemudian menjadi pendiri bangsa dan negara Indonesia. Bunyi alinea ketiga dalam ikrar sumpah pemuda itu jelas bahwa yang menjadi bahasa persatuan bangsa Indonesia adalah bahasa Indonesia. Kita sebagai bagian bangsa Indonesia sudah selayaknya menjunjung tinggi bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.
“Kami, putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”, demikianlah bunyi alenia ketiga sumpah pemuda yang telah dirumuskan oleh para pemuda yang kemudian menjadi pendiri bangsa dan negara Indonesia. Bunyi alinea ketiga dalam ikrar sumpah pemuda itu jelas bahwa yang menjadi bahasa persatuan bangsa Indonesia adalah bahasa Indonesia. Kita sebagai bagian bangsa Indonesia sudah selayaknya menjunjung tinggi bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.
Bahasa Indonesia ialah bahasa yang terpenting di kawasan republik kita. Dengan menggunakan bahasa indonesia secara baik dan benar, berarti kita telah menjunjung tinggi bahasa persatuan seperti yang diikrarkan dalam sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
Perubahan bahasa dapat terjadi bukan hanya berupa pengembangan dan perluasan, melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami masyarakat. Berbagai alasan sosial dan politis menyebabkan banyak orang meninggalkan bahasanya, atau tidak lagi menggunakan bahasa lain. Kita sebagai warga Indonsia harus menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Maksud dari bahasa yang benar atau betul ialah pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap baku. Sedangkan bahasa yang baik atau tepat ialah pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa. Maka anjuran agar kita “berbahasa indonesia dengan baik dan benar” dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang di samping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan “bahasa yang baik dan benar”, sebaliknya, mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran.
Pembahasan Masalah
Fenomena bahasa Alay ini menjadi menarik, karena tidak semua orang mau menerima bahasa Alay ini. Bahasa Alay sering digunakan oleh komunitas tersebut dalam SMS (Short Message Service) atau status di Facebook dan Twitter. Entah karena banyaknya orang yang memakai tulisan Alay sehingga berdampak banyak orang yang terganggu sampai-sampai muncul grup antialay di Facebook. Bahasa anak remaja yang merupakan bahasa gaul paling mutakhir ini memang bahasa paling kacau sepanjang sejarah bahasa gaul di Indonesia. Kalau dulu bahasa gaul mempunyai aturan-aturan baku tertentu yang mesti dipatuhi, sperti bahasa prokem misalnya dengan menyisipkan kata ”ok” untuk setiap perubahan kata, atau bahasa dibolak-balik yang mempunyai aturan sendiri, maka bahasa Alay tidak mempunyai aturan sendiri, maka bahasa Alay tidak mempunyai aturan sama sekali. Semakin sulit dipahami, maka bahasa Alay dinilai semakin canggih.
Akhir-akhir ini bahasa Alay atau bahasa gaul merebak di kalangan remaja. Bahasa gaul adalah dialek bahasa Indonesia nonformal yang digunakan oleh komunitas tertentu atau di daerah tertentu untuk pergaulan. Bahasa gaul identik dengan bahasa percakapan (lisan). Bahasa Alay sendiri adalah bahasa lisan yang dituliskan sehingga mengandung unsur bahasa tulisan. Istilah ini hadir setelah di facebook semakin marak penggunaan bahasa tulis yang tak sesuai kaidah bahasa Indonesia oleh remaja. Hingga kinibelum ada definisi yang pasti tentang istilah ini, namun bahasa ini kerap dipakai untuk menunjuk bahasa tulis. Dalam bahasa Alay bukan bunyi yang dipentingkan tapi variasi tulisan. Bahasa Alay juga mudah di temui dalam pesan pendek (SMS) yang dikirim dari kalangan muda. Tanpa disadari bahasa yang muncul karena kreativitas bahasa yang dimiliki oleh ana-anak muda ini dapat mempengaruhi kebiasaan berbahasa resmi. Jenis bahasa Alay ini hanya ada di Indonesia, karena di negara lain seperti Amerika tidak ada yang tahu bahasa seperti ini.
Apakah penggunaan bahasa Alay mempunyai pengaruh terhadap bahasa Indonesia? Dan bagaimana cara masyarakat menanggapi hal tersebut? Penggunaan bahasa sandi itu akan menjadi masalah jika digunakan dalam komunikasi massa karena lambang-lambang yang mereka pakai tidak dapat dipahami oleh segenapa khalayak, media massa atau dipakai dalam komunikasi formal secara tertulis.
Sesungguhnya kemunculan bahasa Alay itu tidak dapat dipersalahkan. Yang dapat dipersalahkan adalah pemakainya. Kenapa pemakainya? Pak Agus Sri Danardana, kepala Balai Bahasa Pakanbaru, pernah mengatakan bahwa berbahasa itu dapat dianalogikan seperti orang berpakaian. Dalam berpakaian, kita sudah terbiasa untuk mengenakan baju batik untuk pergi ke tempat resepsi atau pergi ke kantor di hari Jumat. Mengenakan baju batik batik untuk mencangkul di sawah adalah suatu bentuk keanehan. Jadi, pengguna bahasa Alay harus melihat konteksnya, yaitu dalam situasi nonformal dan dengan rekan sebaya tentu sah-sah saja dan tidak akan merusak bahasa Indonesia. Namun, apabila bahasa Alay dipergunakan dalam sebuah tugas-tugas sekolah, makalah atau penelitian ilmiah tentu tidaklah tepat.
Perkembangan bahasa Alay dapat dilihat dari dua sisi. Satu sisi bahasa Alay menunjukkan kreativitas anak-anak muda. Namun, di sisi lain dapat mempengaruhi penggunaan bahasa sehari-hari sehingga mempengaruhi bahasa tulis anak-anak muda. Salah satu indikatornya, dalam ujian tertulis di sekolah atau kampus, siswa dan mahasiswa cenderung menyingkat kata yang tidak biasa. Disinyalir gaya bahasa yang sangat santai dan tidak memperhatikan kesopanan tersebut lambat laun dapat mengubah gaya hidup generasi muda. Kebiasaan ini akan membuat kita semakin sulit untuk mendefinisikan berbahasa satu, bahasa Indonesia seperti yang diikrarkan pada sumpah pemuda. Selain itu bahasa Indonesia yang selama ini menjadi bahasa “ibu” akan tergeser dengan gaya bahasa tersebut. Akan semakin sulit bagi orang Indonesia untuk menggunakan bahasa nasional yang dimiliki oleh seluruh bangsa Indonesia.
Tapi karena remaja sekarang sering menggunakan bahasa Alay dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan, menyebabkan para remaja menjadi sulit menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar. Banyak dari mereka yang lancar dalam penggunaan bahasa Alay, tetapi sangat kesulitan dalam berbahasa Indonesia.
Tapi karena remaja sekarang sering menggunakan bahasa Alay dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan, menyebabkan para remaja menjadi sulit menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar. Banyak dari mereka yang lancar dalam penggunaan bahasa Alay, tetapi sangat kesulitan dalam berbahasa Indonesia.
David Crystal dalam bukunya Texting: The Gr8 Db8, mencoba menjawab kenapa orang gemar mengirim pesan pendek dengan cara menyingkat-nyingkat tulisan. Menurutnya, orang suka menulis demikian karena menganggapnya sebagai sebuah permainan kreativitas. Ia juga mengatakan bahwa penggunaan singkatan bukan hanya ada sejak zaman telepon genggam ataupun jejaring sosial. Dalam surat resmi pun dari dulu sudah ada inisial ”A.S.A.P” (sesegera mungkin), ”R.S.V.P” (mohon jawaban), atau ”cc” (tembusan). Meski begitu, David Crystal yang juga seorang linguis profesional mengaku tidak cemas dengan fenomena perubahan penulisan bahasa ini. Sebab, kata Crystal, fenomena ini tak lebih dari sekedar percik buih dalam samudra bahasa. Lagi pula, sejak dulu manusia memang senang bermain-main dengan bahasa, dan sampai sekarang kita masih bisa saling berkomunikasi dengan baik.
Penggunaan bahasa Alay oleh para remaja ABG mungkin dimaksudkan untuk menyingkat karakter agar efisien atau agar ortu (orang tua) yang kebetulan memergoki mereka ketika ber-SMS atau mencuri-curi membuka hape anaknya menjadi puyeng sendiri karena tidak mengerti. Nah, kalau setiap hari para remaja kita sudah ber-SMS sampai ratusab kali dengan menggunakan bahasa Alay terus-menerus, tidak mustahil mereka menjadi linglung ketika harus menjawab soal bahasa Indonesia yang mempunyai aturan baku tentang penggunaan huruf besar dan kecil, tanda-tanda baca, dan lain-lain.
Fenomena ini tak perlu dikhawatirkan karena bahasa Alay adalah bahasa bagi komunitas Alay. Jangan ditempatkan sebagai bagian dari bahasa Indonesia. Bahasa Alay adalah bahasa Alay, bukan bagian dari bahasa Indonesia atau bahasa Indonesia yang salah. Bahasa Alay berkembang tanpa terikat dengan bahasa Indonesia. Karena bukan bahasa Indonesia, tentu saja bahasa Alay tidak perlu mengikuti kaidah bahasa Indonesia serta tidak digunakan dalam tulisan formal, artikel ilmiah dan tulisan publik. Bahasa Alay hanya untuk lingkungannya sendiri.
Penggunaan bahasa Alay oleh para remaja ABG mungkin dimaksudkan untuk menyingkat karakter agar efisien atau agar ortu (orang tua) yang kebetulan memergoki mereka ketika ber-SMS atau mencuri-curi membuka hape anaknya menjadi puyeng sendiri karena tidak mengerti. Nah, kalau setiap hari para remaja kita sudah ber-SMS sampai ratusab kali dengan menggunakan bahasa Alay terus-menerus, tidak mustahil mereka menjadi linglung ketika harus menjawab soal bahasa Indonesia yang mempunyai aturan baku tentang penggunaan huruf besar dan kecil, tanda-tanda baca, dan lain-lain.
Fenomena ini tak perlu dikhawatirkan karena bahasa Alay adalah bahasa bagi komunitas Alay. Jangan ditempatkan sebagai bagian dari bahasa Indonesia. Bahasa Alay adalah bahasa Alay, bukan bagian dari bahasa Indonesia atau bahasa Indonesia yang salah. Bahasa Alay berkembang tanpa terikat dengan bahasa Indonesia. Karena bukan bahasa Indonesia, tentu saja bahasa Alay tidak perlu mengikuti kaidah bahasa Indonesia serta tidak digunakan dalam tulisan formal, artikel ilmiah dan tulisan publik. Bahasa Alay hanya untuk lingkungannya sendiri.
Bahasa Alay adalah bahasa remaja yang mencampuradukkan huruf, angka, dan simbol-simbol. Kata-kata dalam bahasa Alay tidak mempunyai standar yang pasti, bergantung selera atau teknik si pembuat kata. Walaupun berbeda atau tidak ada standar penulisan yang pasti, remaja yang sering menggunakan bahasa tersebut dapat cepat mengerti apa yang ditulis lawan komunikasinya.
Fenomena penggunaan bahasa gaul atau bahasa Alay dalam masyarakat sebenarnya sah-sah saja jika digunakan sesuai dengan porsinya dan tepat sasaran. Masalahnya sekarang, penggunaan bahasa gaul atau bahasa Alay yang populer dikalangan remaja merusak tatanan dan mengancam eksistensi bahasa Indonesia di masa mendatang. Mereka lebih suka menggunakan bahasa gaul yang bebas dan tidak mempunyai aturan daripada menggunakan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bahasa Alay dapat mempersulit penggunanya dalam berkomunikasi dengan orang lain dalam acara yang formal. Misalnya ketika sedang presentasi di depan kelas. Bahasa Alay juga dapat menyulitkan orang lain yang mendengar kata-kata yang termaksud Alay untuk mengerti maksud dari apa yang dibicarakannya. Misalnya ketika ingin berbicara rumah dia berkata humz, hum, um atau hoz. Bahasa Alay dapat menyulitkan orang lain yang membaca tulisan dengan gaya Alay untuk mengerti maksud dari apa yang ditulisnya. Misalnya dalam SMS ketika dia menulia besok datang ke rumah saya, ditulis b350k dtg k3 hoZz sAia. Biasanya sebutan untuk seseorang yang suka menggunakan bahasa Alay dikategorikan oleh beberapa orang yang merasa terganggu dengan sebutan norak.
Menjamurnya internet dan situs-situs jejaring sosial juga berdampak signifikan terhadap perkembangan bahasa Alay. Penikmat situs-situs jejaring sosial yang kebanyakan adalah remaja, menjadi agen dalam menyebarkan pertukaran bahasa Alay. Tulisan seorang remaja di situs jejaring sosial yang menggunakan bahasa ini, akan dilihat dan bisa jadi ditiru oleh ribuan remaja lain. Saking dahsyatnya penyebaran penggunaan bahasa Alay, di internet saat ini bahkan sudah tersedia sebuah situs yang disebut dengan “alay generator”. Yaitu sebuah situs yang bisa menerjemahkan penulisan bahasa Indonesia yang benar ke dalam penulisan ala bahasa Alay. Bahkan situ ini juga dapat diunduh lewat telpon seluler.
Masyarakat berlain pendapat dalam menanggapi hal tersebut, ada yang menerima bahasa tersebut ada juga yang merasa terganggu. Bagi mereka yang menerima bahasa Alay beralasan karena mereka menganggap itu merupakan kreativitas. Jadi, biarkan saja kaum muda itu menggunakan bahasa sandi mereka sendiri yang ditujukan kepada komunitas mereka sendiri saja.
Sedangkan bagi masyarakat lain yang merasa terganggu dengan bahasa Alay, menganggap bahasa Alay sangat sulit dipahami demikian juga penulisan dengan huruf Alay sangat menyulitkan bagi beberapa orang untuk membacanya.
Bagaimana ciri-ciri bahasa yang dikategorikan dalam bahasa bentuk Alay? Apa dampak positif (negatif) yang ditimbulkan dari penggunaan bahasa Alay tersebut? Beberapa contoh yang penulis dapatkan dan sering digunakan oleh masyarakat pada umumnya antara lain sebagai berikut:
1. Menggunakan angka untuk menggantikan huruf. Contoh: “t3m4n, b350k k1t4 p3r91 yuuukk”.
2. Kapitalisasi yang sangat berantakan. Contoh: “tEmAn, bEsOk kItA pErGi YuUuK”.
3. Menambahkan “x” atau “z” pada akhiran atau mengganti beberapa huruf seperti “s” dengan dua huruf tersebut dan menyelipkan hru-huruf yang tidak perlu serta merusak EYD atau setidaknya bahasa yang masih bisa dibaca. Mengganti huruf “s” dengan “c” sehingga seperti balita berbicara. Contoh: “nanti Aq xmx kamyu deeeccchh”, “xory ya, becok aQ gx bica ikut”.
Selain itu contoh kosakata bahasa Alay adalah berikut ini. Saya/gue: W, Wa, Q, Qu, Gw; kamu:U, lo; rumah: Humz, Hozz; saja: Aja, Ajj; yang: Iank/Iang, Eank/Eang, iiank/iiang; boleh: Leh; ya: Iya, Yupz, Ia, Iupz; kok: KoQ, Kog, Kug; belum: Lom, Lum; manis: Maniezt, Manies; kurang: Krang, Krank, Crank; tahu: Taw, Tawh, Tw; tempat: T4; sempat: S4; ini: Iniyh, Nc; tidak/nggak: Gga, Gax, Gag, Gz; lagi: Ghiy, Ghiey, Gi; apa: Pa, Ppa; karena/soalnya: Coz, Cz; masuk: Suk, Mzuk, Mzug, Mzugg.
Contoh-contoh yang disebutkan di atas baru sedikit, ini artinya masih banyak lagi kat-kata yang termaksud di dalamnya. Penggunaan bahasa Alay memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif dengan digunakannya bahasa Alay adalah remaja menjadi lebih kreatif. Terlepas dari menganggu atau tidaknya bahasa Alay ini, tidak ada salahnya kita menikmati tiap perubahanatau inovasi bahasa yang muncul. Asalkan dipakai pada situasi yang tepat, media yang tepat dan komunikan yang tepat juga.
Sedangkan dampak negatifnya adalah penggunaan bahasa Alay dapat mempersulit penggunanya untuk berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Padahal di sekolah atau di tempat kerja, kita diharuskan untuk selalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. Tidak mungkin jika pekerjaan rumah, ulangan atau tugas sekolah dikerjakan dengan menggunakan bahasa Alay. Karena, bahasa Alay tidak masuk dalam tatanan bahasa akademis. Begitu juga di kantor, laporan yang kita buat tidak diperkenankan menggunakan bahasa Alay. Jadi, ketika situasi kita dalam situasi yang formal jangan menggunakan bahasa Alay sebagai komunikasi.
Dampak negatif lainnya, bahasa Alay dapat mengganggu siapapun yang membaca dan mendengar kata-kata yang termaksud di dalamnya. Karena, tidak semua orang mengerti akan maksud dari kata-kata Alay tersebut. Terlebih lagi dalam bentuk tulisan, sangat memusingkan dan memerlukan waktu lebih banyak untuk memahaminya.
Dengan dibiasakannya diri seseorang untuk menggunakan bahasa Alay, maka dapat menyulitkan dirinya sendiri. Bisa dibuktikan dengan tingkat kelulusan SMA tahun kemarin. Banyak siswa-siswi SMA yang tidak lulus. Bahkan ada beberapa sekolah yang siswanya tidak lulus semuanya. Penyebab terjadinya diantaranya karena, keengganan mereka untuk membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia. Mereka lebih senang menggunakan bahasa Alay, karena lebih mudah dan merupakan bahasa yang lagi musim saat ini. Mereka gengsi atau malu jika mereka tidak menggunakan bahasa tersebut.
Pesatnya perkembangan jumlah penggunaan bahasa Alay menunjukkan semakin akrabnya generasi muda Indonesia dengan dunia teknologi terutama internet. Munculnya bahasa Alay juga menunjukkan adanya perkembangan zaman yang dinamis, karena suatu bahasa harus menyesuaikan dengan masyarakat penggunanya agar tetap eksis.
Akan tetapi, munculnya bahasa Alay juga merupakan sinyal ancaman yang sangat serius terhadap bahasa indonesia dan pertanda semakin buruknya kemampuan berbahasa generasi muda zaman sekarang. Dalam ilmu linguistik memang dikenal adanya beragam-ragam bahasa baku atau tidak baku. Bahasa baku biasanya digunakan dalam acara yang kurang formal. Akan tetapi bahasa Alay merupakan bahasa gaul yang tidak mengindah.
Ada dua hal utama yang menjadi perhatian remaja, yaitu indentitas dan pengakuan. Penulisan dengan ciri khasnya bisa jadi pembentukan kedua hal di atas. Bahas amerupakn penginterpretasian sebuah tanda. Bahasa merupakan simbol utama yang diproduksi dan dikonsumsi manusia. Bahasa merupakan muara dari imajinasi, pemikiran, bahkan konsep realitas dunia.
Ada dua hal alasan utama remaja menggunakan bahasa tulis dengan ciri tersendiri (alay). Pertama mereka mengukuhkan diri sebagai kelompok sosial tertentu, yaitu remaja. Yang kedua, ini merupakan sebuah bentuk perlawanan terhadap dominasi bahasa baku atau kaidah bahasa yang telah mapan. Artinya, remaja merasa menciptakan indetitas dari bahasa yang mereka ciptakan sendiri pula. Remaja sebagai kelompokusia yang sedang mencari indetitas diri memiliki kekhasan dalam menggunakan bahasa tulis di facebook. Ada semacam keseragaman gaya yang kemudian menjadi gaya hidup (lifestyle) mereka.
Remaja yang masih labil dan gemar meniru, sangat mudah tertular dan mamilih menggunakan bahasa ini dari pada menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Apalagi ada anggapan bahwa bahasa ini adalah bahasa gaul, sehingga orang yang tidak menggunakannya akan dianggap ketinggalan jaman atau kuno.
Remaja mulai peka dengan kata-kata yang memiliki makna ganda. Mereka menyukai penggunaan metafora, ironi, dan bermain dengan kata-kata untuk mengekspresikan pendapat, bahkan perasaan mereka. Terkadang mereka menciptakan ungkapan-ungkapan baru yang sifatnya tidak baku. Bahasa seperti inilah yang kemudian banyak dikenal dengan istilah bahasa gaul atau bahasa Alay.
Awal mula kemunculan bahasa rumit ini tak lepas dari perkembangan SMS atau layanan pesan singkat. Namanya pesan singkat, maka menulisnya jadi serba singkat, agar pesan yang panjang bisa terkirim hanya dengan sekali SMS. Selain itu juga agar tidak terlalu lama mengetik dengan tombol handphone yang terbatas. Awalnya memang hanya serba menyingkat. Kemudian huruf-huruf mulai diganti dengan angka, atau diganti dengan huruf lain yang jika dibaca kurang lebih menghasilkan bunyi yang mirip.
Persoalannya, tidak ada kaidah tetap untuk bahasa-bahasa ini. Satu-satunya aturan adalah justru ketidakaturan itu sendiri. Jangan dibahas apa rumusnya “gue” bisa menjadi: gw, W, atau malah G saja. Belum lagi untuk menyatakan ekspresi, kemungkinannya semakin tidak terbatas. Contohnya untuk tertawa, jika Anda hanya mengenal hehehe… atau he3x, sekarang ada wkwkwk, xixixi, haghaghag, dan sebagainya. Jangan bayangkan pula bagaimana ini mau diucapkan secara lisan, karena untunglah ini hanya bahasa tulis.
Belakangan, bukannya disingkat malah dilebih-lebihkan, seperti “dulu” menjadi “duluw”. Ketika jejaring sosial lewat internet datang sebagai media baru yang mewabah, budaya menulis pesan singkat ini terbawa dan makin hidup di situ. Lambat laun ini menjadi semacam sub budaya dalam cara berkomunikasi anak muda yang kemudian disebut sebagai Anak Alay, dengan Bahasa Alay sebagai intangible artefact-nya.
Fenomena bahasa alay itu sendiri mengingatkan pada fenomena bahasa gaul yang hampir selalu ada pada setiap generasi anak muda. Bahasa-bahasa gaul yang tidak serta merta hilang terkubur dibawa peralihan generasi. Seperti “bokap” atau “nyokap”, jejak bahasa prokem yang tentu Anda masih sering dengar dalam bahasa percakapan saat ini.
Menengok lebih jauh lagi ke belakang, generasi eyang-eyang yang besar di kawasan segitiga Yogyakarta-Solo-Semarang era tahun empatpuluhan sampai limapuluhan pernah menciptakan apa yang mereka namakan bahasa rahasia, dengan menyisipkan “in” di antara huruf mati dan huruf hidup. Jadi jika ingin mengatakan “mambu wangi” (bau harum) akan menjadi “minambinu winangini”. Untuk yang advance, bahasa “in” ini dibuat lebih sulit lagi dengan memenggal bagian belakang. Sehingga “mambu wangi” cukup menjadi “minam winang”.
Di era delapanpuluhan, bahasa rahasia ini nyaris punah. Peninggalannya hanya tersisa pada bahasa lisan para eyang. Meski demikian melalui media radio sempat ada upaya reproduksi bahasa ini untuk penyebutan “cewek” jadi “cinewine”. Ingat? Di era delapanpuluhan ini yang lebih terkenal adalah bahasa prokem. Rumusnya adalah menyisipkan bunyi “ok” dan penghilangan suku kata terakhir. Seperti “bapak” jadi “bokap”. Dibandingkan bahasa rahasia Jawa, aturan atau rumus untuk bahasa “okem” ini lebih tidak beraturan lagi. Kaidahnya jadi irregular seperti “mobil” jadi “bo’il”, atau “dia” jadi “doi” atau “doski”, atau yang termasuk jauh, “makan” jadi “keme”. Jujur saja, Anda yang merasa senior pun masih menggunakan bahasa-bahasa ini untuk kalangan Anda sendiri bukan?
Di era sembilanpuluhan anak muda Yogyakarta membuat bahasa walikan, yaitu menukar huruf-huruf dalam urutan alfabet Hanacaraka. Rumusnya, ha-na-ca-ra-ka bertukar dengan pa-dha-ja-ya-nya, sementara da-ta-sa-wa-la bertukar dengan ma-ga-ba-tha-nga. Akibatnya, huruf “m” jadi “d”, huruf “t” jadi “g”. Contohnya, “matamu” menjadi “dagadu”, seperti merek industri kaos terkenal yang digemari anak muda di Yogya. Bahasa walikan ini awalnya muncul sebagai bahasa gaul di lingkungan kampus, sebagai respon terhadap masuknya pengaruh kultur baru yang dibawa para mahasiswa dari luar kota Yogyakarta.
Jika bahasa walikan adalah respon kultural anak muda terhadap perubahan yang datang dari luar, dan bahasa prokem punya konteks perlawanan anak muda urban kelas menengah terhadap hipokrisi orang dewasa, maka bahasa alay saat ini lebih mencerminkan kultur yang arbitrer, serba acak dan suka suka. Penyebabnya, teknologi komunikasi dan informasi dengan jejaring informasi betul-betul membuat dunia lebih datar, seolah-olah tiap individu bebas untuk mengusung produk budaya masing-masing. Sehingga de facto tidak ada aturan yang benar-benar dianut secara baku seperti tampak dari bentuk bahasa alay yang tidak beraturan itu. Buat Anda generasi dewasa jangan merasa tertinggal jika Anda tidak mampu mengejar istilah-istilah baru ini. Karena semakin dikejar, semakin banyak yang muncul lebih aneh lagi, sama banyak dengan yang tersisih karena dianggap lawas dan “jadul”.
Munculnya fenomena bahasa alay di kalangan generasi muda adalah sebuah bentuk pemberontakan. Pemberontakan hanya akan terjadi jika ada sesuatu yang salah. Lalu apa yang salah? Bukan karena bahasa Indonesia yang kaku, melainkan metode pembelajaran di kelas yang mungkin kaku. Padahal tata bahasa Indonesia termasuk yang fleksibel dan mudah dipelajari. Sobana Hardjasaputra dalam sebuah tulisannya yang berjudul “Bahasa Nasional yang Belum Menasional” menyebutkan sejumlah hal yang menyebabkan bahasa Indonesia bisa semakin “tidak menasional”, di antaranya pengaruh bahasa media massa dan “bahasa gaul” bagi kalangan remaja. Oleh karena terbiasa menggunakan “bahasa gaul”, dalam pembicaraan formal pun para remaja lupa untuk berbicara dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Inilah yang gawat. Selain itu, pengaruh budaya Barat yang sulit dibendung, akibat perkembangan teknologi juga akan berpengaruh terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang semakin tidak merakyat.
Fenomena lain ditunjukkan pada saat ujian negara atau ujian nasional. Bahkan pada UN April lalu, banyak siswa SMP dan SMA jatuh nilainya pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Jika hal ini dibiarkan, bagaimana jadinya bahasa Indonesia nanti di tangan mereka? Mereka saat ini pun lebih suka menggunakan bahasa gaul atau bahasa alay yang jauh melenceng dari kaidah bahasa Indonesia.
Tapi alih-alih mempermudah orang lain mengerti apa yang hendak dikatakan, penggunaan bahasa Alay justru memperlambat orang lain untuk memahami apa yang diungkapkan, terlebih lagi orang tersebut tidak terbiasa dengan bahasa Alay karena membutuhkan lebih banyak waktu untuk memahaminya.
Kurangnya pemahaman remaja akan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar serta minimnya kesadaran mereka dalam menggunakannya, sedikit-banyak akan berdampak terhadap eksistensi bahasa Indonesia, khususnya yang formal. Masih banyak orang Indonesia yang cenderung tak peduli dengan pentingnya bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa.
Kerusakan bahasa bisa disebabkan oleh tiga hal yaitu: pertama, pembusukan yang dilakukan oleh media, baik cetak maupun elektronik. Kedua, pembusukan yang dilakukan oleh kaum elite di berbagai lapis dan kini yang seharusnya menjadi anutan sosial dalam berbahasa. Ketiga, pembusukan akibat merebaknya gejala tuturan Indonesian-English.
PENUTUP
Kesimpulan
Tata bahasa Indonesia pada saat ini sudah banyak mengalami perubahan. Masyarakat Indonesia khususnya para remaja, sudah banyak kesulitan dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Perubahan tersebut terjadi dikarenakan adanya penggunaan bahasa baru yang mereka anggap sebagai kreativitas. Jika mereka tidak menggunakannya, mereka takut dibilang ketinggalan zaman atau tidak gaul. Salah satu dari penyimpangan bahasa tersebut diantaranya adalah digunakannya bahasa Alay.
Bahasa Alay secara langsung maupun tidak telah mengubah masyarakat Indonesia untuk tidak mempergunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Saran
Sebaiknya bahasa Alay dipergunakan pada situasi yang tidak formal seperti ketika kita sedang berbicara dengan teman. Atau pada komunitas yang mengerti dengan sandi bahasa Alay tersebut. Kita boleh menggunakannya, akan tetapi jangan sampai menghilangkan budaya berbahasa Indonesia. Karena bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi kenegaraan dan lambang dari identitas nasional, yang kedudukannya tercantum dalam Sumpah Pemuda dan UUD 1945 Pasal 36.
DAFTAR PUSTAKA
Andari, Ken. 2010. Bahasa Alay di Kalangan Remaja.
Diakses pada tanggal 24 Desember 2010 pukul 08.15 WIB.
Effendi, S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya.
Meilana, Ayu. 2010. Bahasa Alay Mengancam Penggunaan Bahasa.
penggunaan-bahasa.html. Diakses pada tanggal 23 Desember 2010 pukul
15.15 WIB.
Olegune, Taufik. 2010. Bahasa Alay Cemari Bahasa Indonesia.
indonesia.html. Diakses pada tanggal 24 Desember 2010 08.00 WIB.
Wikipedia, 2010. Bahasa Alay Bisa, Nilai UN Bahasa Indonesia Anjlok, Sih
Diakses pada tanggal 23 Desember 2010 pukul 15.30 WIB.
________, 2010. Berbahasa Indonesia Yang Baik.
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa. Diakses pada tanggal 23 Desember 2010 pukul 15.00 WIB.
Wordpress, 2010. Bahasa Alay.
tanggal 23 Desember 2010 pukul 15.06 WIB.
Zhiee, 2010. Anak Muda dan Bahasa Alay.
Diakses pada tanggal 24 Desember 2010 pukul 08.45 WIB.