Pages

Welcome in MY BLOG....!!Terima kasih sudah berkunjung dan semoga bermanfaat ^_^.

Rabu, 03 Oktober 2012

Pengolahan Data Perikanan

PENGANTAR PERIKANAN – ARMADA DAN ALAT TANGKAP
Tujuan Pembelajaran: Manajer Kampanye mengetahui jenis armada dan alat tangkap yang nantinya mereka temui di lapang. Hal ini akan membantu mereka dalam menyusun materi dan pesan sesuai dengan kondisi lokal.

Klasifikasi armada dan alat tangkap pada presentasi ini akan mengikuti petunjuk: DirJen Perikanan, 1975a. Ketentuan Kerja Pengumpulan, Pengolahan dan Penyajian Data Statistik Perikanan, Buku I: Standar Statistik Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian., 207p. yang dibuat mengacu pada Yamamoto, T., 1973. Fishery census of Indonesia, survey methods, mode of analysis and major findings. A report prepared for the Fisheries Development and Management Project, Indonesia. Rome, FAO, 1980. FI:DP/INS/72/064, Field Document 5. 79p. Lebih lanjut, ketentuan klasifikasi juga memperhatikan Nedelec, C & Prado, J., 1990. Definition and classification of fishing gear and categories. FAO Fisheries Technical Paper. No. 222. Revision 1. Rome, FAO. 1990: 92p. Semua ketentuan dan petunjuk di atas disesuaikan dengan kondisi local.

Definisi – Penangkapan
Untuk keperluan statistik, perikanan didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya binatang dan atau tanaman air. Hal ini berarti bahwa penangkapan yang dilakukan dalam rangka penelitian, hobi, olahraga maupun yang dilakukan sepenuhnya untuk konsumsi keluarga tidak tercatat dalam statistik perikanan. Ketentuan ini sudah berlaku sejak awal tahun 1976 sampai saat ini. Walaupun definisi perikanan sedikit berbeda berdasarkan ketentuan UU No. 45 tahun 2009 tentang perikanan, secara operasional statistik perikanan masih berdasarkan ketentuan yang lama. (UU No. 25 tahun 2009 – Perikanan Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan

Kenyataannya, setiap kegiatan pengambilan benda hidup dari laut, dalam bentuk dan tujuan apapung, akan mempengaruhi keberadaan dan keberlanjutan sumberdaya. Memancing ikan dengan tujuan rekreasi dan hobi, seperti yang ditayangkan dalam acara tv ‘mancingmania’ bisa menyebabkan berkurangnya sumberdaya ikan di laut. Oleh karena itu, untuk kepentingan program ini, penangkapan didefinisikan sebagai setiap kegiatan menangkap atau mengumpulkan / mengambil binatang dan/atau tanaman air yang hidup di laut yang tidak sedang dibudidayakan.

Definisi – Unit Usaha Perikanan
Unit usaha perikanan berdasarkan skala usaha bisa dibedakan menjadi tiga: Perusahaan Perikanan, Rumah Tangga Perikanan (RTP) dan Rumah Tangga Buruh Perikanan (RTBP)
Perusahaan Perikanan adalah unit ekonomi yang melakukan kegiatan penangkapan atau budidaya binatang dan atau tanaman air dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual. Rumah Tangga Perikanan adalah rumah tangga yang melakukan kegiatan penangkapan atau budidaya binatang dan atau tanaman air dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual. Rumah Tangga Buruh adalah rumah tangga yang salah satu anggota rumah tangganya bekerja pada perusahaan atau rumah tangga perikanan sebagai buruh. PT. Samudera Besar atau PT. Usaha Mina Sorong adalah contoh dari Perusahaan Perikanan Tangkap. Sedangkan H. Anwar yang memiliki alat tangkap purse seine tapi tidak terdaftar sebagai perusahaan merupakan contoh satuan RTP.
Perusahaan Perikanan maupun RTP selalu memiliki unit penangkapan yang biasanya terdiri dari perahu atau kapal penangkap, alat penangkap ikan dan nelayan. Sedangkan RTBP tidak memiliki unit penangkapan.

Definisi – Armada Penangkapan
Armada penangkapan ikan merupakan istilah umum yang dipakai sebagai terjemahan dari fishing vessel, yaitu semua perlengkapan (selain alat tangkap) yang digunakan untuk membantu dalam penangkapan ikan. Armada perikanan sering identik dengan perahu. Armada perahu bisa dibedakan menjadi: tanpa perahu, perahu tanpa motor yang terdiri dari jukung dan perahu papan, perahu motor tempel (outboard mechine) dan kapal motor yang menggunakan mesin dalam (inboard mechine).
Jukung (Canoe) dibuat dari satu balok kayu tanpa sambungan. Sedangkan perahu papan dibuat dari beberapa balok kayu, disambungkan secara bersama untuk membentuk perahu yang diinginkan. Kapal motor bisa terbuat dari kayu, vibre glass, atau besi.
Saat ini kita bisa menemukan beberapa jukung yang juga dilengkapi dengan motor tempel, sehingga dia termasuk dalam klasifikasi perahu motor tempel.
Perahu tanpa motor dan perahu motor tempel umumnya mempunyai ukuran < 5 GT. Perahu papan (tanpa motor) dibedakan berdasarkan ukurannya: perahu papan kecil (panjang < 7 m), papan sedang (panjang antara 7 – 10 m), papan besar (panjang > 10 m). Kapal motor dibedakan berdasarkan ukuran GT, yaitu: (a) kurang dari 5 GT, (b) ukuran 5 – 10 GT, (c) ukuran 10 – 20 GT, (d) 20 – 30 GT, (e) ukuran 30 – 50 GT, (f) ukuran 50 – 100 GT, (g) ukuran 100 – 200 GT, (h) ukuran 200 – 500 GT, dan (i) ukuran > 500 GT.  GT atau Gross Tonage merupakan ukuran kapasitas muatan sebuah kapal. Nilai GT secara praktis ditentukan dari panjang (L), lebar maksimum (B), tinggi sarat air (d), dan koefisien block (Cb). Besarnya koefisien block mengikuti bentuk kapal – kapal berbadan panjang (v) mempunyai Cb 0,50 – 0,55, kapan berbadan sedang (VU) mempunyai Cb 0,55 – 0,60, sedangkan kapal berbadan gemuk (U) mempunyai Cb 0,60 – 0,65. Nilai GT diduga dengan persamaan GT = (L*B*d*Cb)/2,83

Definisi – Alat Tangkap:
Alat tangkap merupakan istilah yang digunakan sebagai terjemahan langsung dari istilah Fishing Gear, yaitu peralatan yang secara langsung digunakan dalam operasi penangkapan ikan. Pada dasarnya alat tangkap dibedakan ke dalam bentuk: jaring, pancing, perangkap dan kategori lainnya. Berdasarkan Ketentuan kerja Pengumpulan, Pengolahan dan penyajian Data Statistik perikanan Indonesia, alat tangkap dibedakan berdasarkan kategori: (1) Alat pengumpul; (2) Pancing; (3) Perangkap; (4) Jaring Angkat; (5) Muro Ami; (6) Jaring Insang; (7) Pukat Lingkar; (8) Pukat Kantong; (9) Pukat Harimau; (10) Alat lain.
Karakteristik alami perikanan di Indonesia adalah multi-alat dan multi-spesies seperti umumnya perikanan tropis. Kenyataan di lapang menunjukkan jenis alat tangkap yang sangat beragam dan bervariasi. Namun dengan mempelajari 10 kategori alat tangkap ini akan lebih mudah untuk mengenal setiap alat tangkap yang kita temui di lapang.

Alat Pengumpul
Alat-alat seperti Ganco, Linggis, alat pengumpul kerang dan alat pengumpul rumput laut termasuk ke dalam kategori alat pengumpul. Ganco adalah seenis alat yang digunakan untuk membantu mengangkat ikan hasil tangkapan yang sudah berada di dekat perahu. Linggis adalah sejenis alat yang digunakan untuk mencongkel karang untuk mencari Gurita, kerang atau binatang air lainnya. Semua alat-alat tersebut saat ini sudah sangat jarang digunakan oleh nelayan.
Pancing (Hook and Line)
Pancing merupakan terjemahan yang umum dipakai untuk istilah Hook and Line. Semua jenis pancing termasuk dalam kelompok ini, yaitu alat tangkap ikan yang terdiri dari tali, mata pancing serta joran (pada huhate). Setiap mata pancing dipasang umpan, baik umpan asli maupun buatan untuk menarik perhatian ikan memakan pancing.
Rawai adalah salah satu jenis alat Pancing yang umum dikenal oleh nelayan di Indonesia. Rawai terdiri dari tali utama, pada jarak tertentu dari tali utama dipasang tali cabang, setiap tali cabang dipasang mata pancing dan mata pancing selalu dipasang umpan asli (ikan). Setiap ujung tali utama selalu dilengkapi dengan pelampung utama yang terapung di atas permukaan air. Rawai Tuna adalah salah satu jenis Rawai hanyut, dioperasikan dekat permukaan dan ditujukan untuk menangkap ikan tuna.
Pancing – Rawai Dasar (Bottom Long Line)
Rawai Dasar termasuk dalam kategori Pancing, yaitu jenis Rawai Tetap yang dipasang pada dasar perairan secara tetap (tidak hanyut). Setiap tali utama dilengkapi dengan pelampung (terapung di atas permukaan) dan juga pemberat sampai di dasar perairan. Target utama dari Rawai Dasar adalah ikan Cucut. Saat operasi, pancing dibiarkan selama 4 – 6 jam. Selama menunggu, nelayan sering menggunakan pancing jenis lain atau Gill Net untuk mendapatkan jenis-jenis ikan ekonomis lainnya.
Pancing – Huhate (Pole and Line)
Huhate atau Pole and Line adalah salah satu jenis alat pancing yang ditujukan untuk menangkap ikan-ikan permukaan yang bergerombol, seperti ikan Tongkol atau Cakalang. Pancing Huhate terdiri dari joran, tali dan mata pancing tanpa kait (barbless) yang dilengkapi dengan umpan palsu. Jenis umpan yang paling banyak digunakan adalah bulu ayam atau serat sintetis yang halus. Pancing Huhate dioperasikan dari atas perahu. Setiap ikan yang memakan mata pancing disentak ke atas, terlepas dan jatuh di atas perahu di belakang pemancing. Untuk mempertahankan gerombolan ikan target, nelayan melemparkan ikan-ikan teri hidup ke dalam gerombolan ikan tersebut.
Alat tangkap Huhate paling umum dioperasikan di wilayah Indonesia Bagian Timur, seperti Maluku dan Papua. Hal ini disebabkan karena di wilayah tersebut lebih sering ditemukan gerombolan ikan-ikan permukaan.
Pancing – Tonda (Troll Line)
Tonda adalah atau Troll Line adalah jenis alat pancing yang operasinya dilakukan secara aktif namun ikan yang mengejar pancing. Pancing Tonda terdiri dari tali yang diikatkan pada sisi-sisi perahu, mata pancing dan umpan buatan. Dalam operasinya, pancing ditarik oleh perahu melewati gerombolan ikan. Ikan target akan tertarik pada umpan yang bergerak dan memakan mata pancing yang umumnya mempunyai dua atau tiga kait. Target utama dari Pancing Tonda adalah ikan-ikan permukaan, terutama Tongkol atau cakalang.
Pancing Tonda sangat umum dipakai di wilayah Indonesia Bagian Timur, seperti Sulawesi, Mauku dan Papua. Kedo-Kedo adalah jenis perahu kecil asal Sulawesi Selatan yang dilengkapi dengan Pancing Tonda. Sedangkan Buru Cakalang adalah jenis Pancing Tonda asal Sulawesi Tenggara.
Pancing – Pancing Ulur
Pancing Ulur biasanya terdiri dari tali, pemberat, mata pancing dan umpan alami. Jenis pancing ini umumnya dioperasikan dari atas perahu. Target utama dari Pancing Ulur adalah ikan-ikan karang seperti ikan Kerapu yang bernilai ekonomis tinggi.
Nelayan sering menggunakan hasil tangkapan ikan-ikan kecil sebagai umpan. Jika operasi dilakukan pada malam hari, nelayan mencari umpan dengan menangkap Cumi-Cumi. Daging Cumi-Cumi dipercaya lebih menarik perhatian ikan kerapu. Setelah mata pancing diberi umpan, nelayan mengulur tali pancing sampai dasar perairan. Setelah beberapa saat pancing ditarik dengan tangan dan diulur kembali ke arah dasar (sehingga disebut Pancing Ulur). Jika nelayan mendapat ikan Kerapu yang harganya mahal, bagian anus dari ikan ditusuk dengan cateter untuk mengeluarkan gelembung udara dari dalam tubuh ikan. Setelah dianggap cukup, ikan disimpan dalam bak stereofoam yang diisi air dan airator. Hasil tangkapan ikan hidup dijual kepada pengepul yang selanjutnya disimpan sementara di dalam karamba. Setiap periode tertentu, pembeli datang kepada pengepul dengan menggunakan kapal angkut khusus dan ikan dibawa dengan kapal ke negara tujuan ekspor (Singapura, Malaysia)
Pancing – Pancing Joran
Pancing Joran adalah jenis alat pancing yang dianggap paling sederhana, umumnya dioperasikan oleh nelayan dari pantai. Hasil tangkapan Pancing Joran umumnya digunakan untuk konsumsi keluarga, walaupun kadang kala bisa dijual, jika hasil tangkapan terdiri dari ikan-ikan yang ekonomis.
Saat ini di Indonesia sedang berkembang kegiatan olah raga memancing atau hobi memancing dengan menggunakan alat Pancing Joran. Kegiatan memancing dengan Pancing Joran ini juga cukup terkenal sebagai cara rutin pada beberapa media televisi di Indonesia. Namun demikian, alat tangkap Pancing Joran masih bisa dijumpai pada beberapa daerah pantai tertentu.
Perangkap (Guiding Barriers) – Sero
Perangkap adalah jenis alat tangkap yang dipasang secara tetap, tidak aktif, namun bisa mengarahkan ikan sedemikian rupa agar masuk ke dalam perangkap dan tidak bisa keluar melalui jalan dia masuk sebelumnya. Jenis alat perangkap yang paling umum ditemukan di Indonesia adalah Sero dan Bubu. Alat tangkap Jermal atau Malalugis hampir tidak pernah dijumpai lagi.
Sero atau Serong adalah perangkap yang terdiri dari susunan pagar-pagar bambu dan jaring untuk menuntun ikan ke arah perangkap. Sero dibuat dari pantai ke arah laut. Pintu masuk ikan di bagian laut paling besar. Ukuran pintu masuk selanjutnya semakin mengecil menuju arah pusat perangkap di pantai. Pada saat air pasang, ikan akan mengikuti arus memasuki pintu utama sero. Karena mengikuti arus pasang, ikan tergiring untuk memasuki pintu selanjutnya yang lebih kecil, demikian selanjutnya. Konstruksi alat dibuat sedemikian rupa sehingga Ketika air mulai surut, ikan sulit untuk menemukan jalan keluar (yang juga pintu masuk). Pada saat itu nelayan mulai memanen ikan pada ujung petrangkap.
Perangkap – Bubu (Portable Trap)
Bubu adalah jenis perangkap berukuran kecil sehingga mudah untuk dibawa dan dipindahkan ke lokasi lain sesuai dengan keinginan nelayan. Bubu bisa terbuat dari bahan bambu, besi dan jaring atau seluruhnya dari bahan besi. Setiap Bubu mempunyai satu atau dua pintu masuk. Pintu masuk bagian luar berukuran besar dan semakin mengecil ke arah dalam. Untuk menarik perhatian ikan, di dalam Bubu sering dipasang umpan berupa ikan atau daun kelapa.
Bubu adalah tipe alat dasar yang pasif dan paling sering dioperasikan di daerah terumbu karang, walaupun banyak juga yang diletakkan pada dasar yang berpasir. Sebagai tanda lokasi bisa digunakan pelampung. Namun karena sering terjadi pencurian, maka saat ini hampir tidak ada Bubu yang mempunyai pelampung. Secara praktis nelayan selalu bisa mengenali secara tepat lokasi peletakan bubu-nya.
Jaring Angkat – Lift Net
Kontruksi alat Jaring Angkat umumnya berupa jaring halus berbentuk segi empat, dibentangkan di dalam air secara horizontal dengan menggunakan rangka bambu atau digantungkan dengan menggunakan tali. Ikan-ikan akan berkumpul di atas jaring karena tertarik oleh sinar lampu maupun karena faktor lainnya. Setelah ikan berkumpul, tali pada setiap ujung jaring ditarik ke atas bersamaan secara perlahan-lahan.
Bagan adalah salah satu jenis alat Jaring Angkat yang paling dikenal di Indonesia. Hampir semua Bagan dilengkapi dengan lampu untuk menarik gerombolan ikan berkumpul di atas jaring Bagan. Oleh karena itu Bagan disebut juga perikanan lampu dan dioperasikan pada saat malam hari.
Pemasangan Bagan bisa dilakukan secara permanen di dekat pantai (Fixed Lift net) maupun secara berpindah (mobile Lift net) yang di Indonesia dikenal dengan sebutan Bagan Perahu. Operasi penangkapan dengan Bagan lebih banyak dilakukan pada saat bulan mati atau sebelum munculnya bulan. Pada saat terang bulan, sinar lampu tidak bisa mengumpulkan ikan secara maksimal. Target utama dari Bagan adalah ikan teri dan ikan-ikan permukaan (pelagis kecil) lainnya yang tertarik pada lampu.
Jaring Angkat – Bagan Tancap:
Bagan Tancap adalah bentuk jaring Angkat yang cara pemasangannya dilakukan secara menetap pada suatu tempat dekat pantai atau tempat lainnya pada perairan yang dangkal.
Konstruksi tiang pancang Bagan paling banyak dibuat dengan menggunakan bambu. Di bagian atas sering dibuat atap rumah untuk nelayan tinggal sementara. Sering kali nelayan juga membuat tempat menjemur ikan hasil tangkapan dan tempat memasak. Operasi Bagan Tancap biasanya dilakukan selama beberapa hari. Setiap operasi, nelayan membawa perbekalan makan dan garam untuk pembuatan ikan asin.
Umur Bagan Tancap biasanya sesuai dengan kekuatan umur bambu di dalam air. Setelah rusak, bahan-bahan yang tersisa sering ditinggalkan oleh pimiliknya sehingga bisa mengganggu alur pelayaran nelayan.
Muro Ami
Muro Ami adalah jaring yang dioperasikan di daerah terumbu karang untuk menangkap ikan-ikan karang atau yang terkait dengan terumbu karang. Setelah jaring diletakkan, beberapa nelayan turun untuk mengganggu dan menghalau ikan ke arah mulut jaring. Umumnya nelayan yang berenang menggunakan daun kelapa, kayu atau bambu sebagai alat penghalau. Beberapa nelayan bisa juga berenang sambil memukulkan batu untuk menimbulkan suara gaduh.
Muro Ami masih menjadi alat yang penting terutama di Indonesia Bagian Timur karena terumbu karangnya masih cukup baik. Operasi Muro Ami memerlukan tenaga nelayan yang cukup intensif, terutama nelayan yang bertugas untuk menghalau ikan. Hasil tangkapan terutama adalah jenis ikan Ekor Kuning. Jika beruntung nelayan akan mendapatkan ikan Kerapu Hidup yang berniai ekonomis tinggi.
Jaring Insang – Gill Net
Jaring Insang pada dasarnya adalah sebidang jaring yang dioperasikan sedemikian rupa untuk menghadang pergerakan gerombolan ikan (sesuai atau melawan arus). Ikan diharapkan terjerat pada mata jaring dengan sistem: terjerat pada kepala bagian depan (snagged), terjerat pada insang (gilled), terjerat pada bagian sirip punggung (wedged) maupun terpuntal (entangled). Dengan demikian penamaan jaring insang sebenarnya tidak spesifik untuk ikan yang terjerat pada insang saja.
Jaring Insang termasuk jenis alat tangkap yang pasif dan selektif. Jaring tidak bergerak, sebaliknya, ikan yang akan masuk dan berusaha melewati mata jaring sehinga terjerat atau terpuntal. Dia hanya menangkap ikan-ikan pada kisaran ukuran tertentu sesuai dengan ukuran mata jaring.
Alat tangkap Jaring Insang digunakan pada hampir semua daerah di Indonesia. Nama yang paling umum digunakan adalah Gill net maupun Jaring Insang. Hasil tangkapan terutama ikan-ikan permukaan seperti tongkol. Namun ada juga jenis Jaring Insang yang khusus ditujukan untuk menangkap udang dan ikan dasar lainnya.
Jaring Insang – Gill net
Jaring Insang bisa dioperasikan secara beragam - dipasang secara permanen tidak bergerak (fixed Gill net), juga bisa dioperasikan hanyut mengikuti arus. Pada jaring insang tetap, jaring dilengkapi dengan pemberat sampai dasar agar tidak mengikuti arus. Sesuai dengan ikan yang menjadi target penangkapan, jaring insang juga bisa dioperasikan pada permukaan, pada kolom air ataupun jaring insang dasar. Hal ini dilakukan dengan mengatur kekuatan antara pemberat dengan pelampung pada bagian atas jaring.
Jaring Insang – Gill Net
Jaring Insang bisa dioperasikan secara melingkar untuk mengurung gerombolan ikan. Hal ini terutama dilakukan jika lebar jaring mencapai dasar perairan, sehingga sedikit kemungkinan ikan terlepas melalui bawah jaring. Ketika jaring ditarik secara perlahan, pergerakan ikan akan semakin terbatas dan akhirnya terjerat atau terpuntal pada jaring.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, alat tangkap Jaring Insang termasuk jenis alat yang selektif. Kelemahan dari alat ini adalah ketika mengambil ikan hasil tangkapan harus dilakukan satu per satu.
Jaring Insang – Jaring Udang (Trammel Net)
Hampir semua daerah di Indonesia mengenal Jaring Udang atau Jaring Klitik. Di daerah Utara Jawa, Jaring Udang juga disebut Jaring Gondrong. Konstruksi Jaring Udang sama dengan Trammel Net. Jaring ini umumnya terdiri dari tiga-bidang jaring yang disatukan secara bersama. Mata jaring pada jaring bagian tengah lebih besar dibandingkan dengan ukuran mata jaring pada jaring tepi. Namun serat Tasi pada jaring tepi terbuat dari serat mono-filamen yang lebih halus dibandingkan jaring bagian tengah.
Jaring udang bisa dioperasikan secara vertikal di dasar menghadang pergerakan udang maupun ditebarkan hampir seluruhnya menutupi dasar. Ujung jaring dihubungkan dengan tali utama yang diikatkan ke perahu. Jaring biasanya dibiarkan selama sekitar 3 jam sebelum diangkat. Setiap udang yang melewati jaring biasanya akan tertangkap secara terpuntal antara jaring tepi dan jaring tengah. Udang hasil tangkapan Jaring Klitik sebagian besar masih dalam keadaan hidup.
Pukat Lingkar/Cincin – Purse Seine
Pukat Lingkar adalah jaring yang dioperasikan secara melingkar dan mengurung gerombolan ikan. Jenis alat ini dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan keberadaan Purse Line , tali Kolor, pada bagian bawah jaring. Alat yang dilengkapi dengan Tali Kolor memungkinkan untuk segera menutup bagian bawah jaring (membentuk kantong), sehingga mengurangi kemungkinan ikan yang sudah terkurung untuk meloloskan diri melalui bagian bawah jaring. Alat ini disebut Purse Seine, Kursin, Jaring Slerek dan Pukat Cincin. Jenis yang tidak dilengkapi dengan Tali Kolor sering disebut dengan istilah Lampara.
Pukat lingkar dirancang khusus untuk menangkap ikan-ikan permukaan (kelompok pelagis kecil), seperti ikan Kembung, Layang, Lemuru, Tembang, Kuwe atau Tongkol. Purse Seine sangat umum digunakan di Perairan Selat Bali untuk menangkap jenis ikan Lemuru. Namun alat ini juga digunakan pada hampir seluruh perairan Indonesia.
Pukat Lingkar/Cincin – Purse Seine
Pada saat dioperasikan, terutama siang hari, nelayan mencari dan mengejar sampai menemukan gerombolan ikan pelagis yang cukup besar. Nelayan kemudian melepas ujing jaring yang dilengkapi pelampung. Pada saat yang sama, petahu bergerak melepaskan sisa jaring secara melingkari gerombolan ikan. Sambil melepaskan jaring, nelayan menarik tali kolor bawah agar jaring segera membentuk seperti mangkok atau kerucut yang mengecil di bagian bawah. Setelah itu tali ris atas ditarik secara perlahan sehingga ikan hasil tangkapan mengumpul di dalam kantong jaring. Operasi Purse Seine sering dibantu dengan Rumpon untuk membuat ikan bergerombol. Pada operasi malam hari, nelayan biasanya menggunakan alat bantu berupa lampu jenis petromak atau Sokle. Ikan-ikan pelagis kecil yang tertarik pada lampu akan berkumpul di sekitar petromak/sokle dan secara perlahan ujung jaring dilepaskan mengelilingi lampu.
Pada operasi malam hari, nelayan tidak bisa secara aktif mencari gerombolan ikan. Berdasarkan pengalaman, nelayan mencari tempat-tempat yang diduga mempunyai ikan cukup banyak dan meletakkan lampu (operasi pasif). Operasi malam hari umumnya tidak lebih dari 21 hari dalam sebulan. Pada saat mendekati bulan penuh (purnama) dan beberapa hari setelah bulan penuh, sinar lampu tidak mampu untuk menarik gerombolan ikan.
Pukat Kantong – Seine Net
Konstruksi alat Pukat Kantong pada dasarnya tidak berbeda dengan Pukat Harimau. Perbedaan mendasar terletak pada cara operasi dan penggunaan alat bantu pembukaan mulut jaring. Operasi pukat kantong tidak bersifat aktif seperti pukat harimau. Ketika seluruh badan jaring dan tali utama sudah dilepas, pukat kantong tidak ditarik seperti pada Pukat Harimau. Jadi luas bidang datar yang disapu hanya sepanjang tali utama.
Pukat Kantong bisa dioperasikan untuk menangkap ikan-ikan permukaan maupun ikan-ikan dasar. Untuk kepentingan menangkap ikan-ikan permukaan, mulut jaring bagian atas dipasangi pelampung yang lebih besar sampai mulut jaring bisa terapung di atas permukaan. Sedangkan untuk menangkap ikan-ikan dasar akan dipasang pemberat pada mulut jaring bagian bawah yang lebih besar atau pemasangan pelampung yang lebih kecil.
Operasi Pukat Kantong untuk ikan-ikan permukaan biasanya dibantu dengan pemasangan rumpon yang dilengkapi lampu di bagian atasnya. Rumpon ini bisa dirancang sebagai rumpon tetap atau rumpon hanyut yang ditambatkan pada perahu kecil. Nama lokal pukat kantong berbeda sesuai dengan daerahnya. Di beberapa tempet seperti Utara Jawa dan Sumatera, pukat kantong permukaan disebut Payang atau Lampara, sedangkan di tempat lain seperti Madura disebut Oras.
Pukat Kantong – Dogol (Danish Seine)
Dogol adalah nama daerah untuk Pukat Kantong di daerah Utara Jawa yang bertujuan untuk menangkap ikan-ikan dasar. Konstruksi dari alat tangkap Dogol mirip dengan alat tangkap Danish Seine sehingga nama Dogol sering digunakan sebagai terjemahan langsung untuk Danish Seine. Di daerah Madura dan Jawa Utara Bagian Timur, Dogol juga sering disebut dengan nama Payang Hitam.
Seperti pada Payang, Dogol juga termasuk jenis alat yang tidak aktif, tidak seperti trawl. Pada ujung sayap jaring dipasang besi batangan yang dihubungkan dengan tali utama, dengan tujuan untuk mempertahankan mulut jaring bagian atas tetap menghadap ke permukaan. Target utama dari alat Dogol adalah Udang dan ikan-ikan dasar seperti Peperek, Manyung, Biji Nangka dan Kuniran.
Pukat Kantong – Jaring Tarik / Pukat Pantai (Beach Seine)
Bentuk paling tradisional dari Pukat Kantong di Indonesia adalah Pukat Pantai (beach Seine) dan Pukat Perahu (Boat Seine). Pukat Pantai di berbagai daerah disebut juga dengan istilah Jaring Tarik.
Operasi Pukat Pantai dimulai dengan mengikat salah satu ujung tali sayap di pantai. Selanjutnya tali di ulur ke arah tengah laut dengan menggunakan jukung. Setelah tali saya habis (sekitar 400 m), tali dihubungkan dengan ujung sayap dan dilanjutkan dengan melepaskan jaring. Ujung sayap kedua diikatkan dengan tali utama kedua dan dibawa ke arah pantai dengan bantuan jukung. Dari pantai, kedua ujung tali ditarik dengan menggunakan tenaga manusia. Alat ini ditemukan pada hampir seluruh wilayah di Indonesia, terutama pada lokasi dimana kurang memungkinkan untuk menggunakan teknologi yang lebih tinggi.
Jenis Pukat Kantong yang sederhana lainnya adalah Pukat Perahu. Konstruksi alat ini sama dengan Jaring Tarik, hanya penarikan jaring dilakukan dari atas perahu, namun masih menggunakan tenaga manusia. Sedangkan pada Dogol, penarikan jaring umumnya dialkukan dengan menggunakan alat bantu Gardan.
Pukat Harimau – Trawl
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 39 tahun 1980, alat tangkap Pukat Harimau (Trawl) sudah dilarang beroperasi di Indonesia. Walaupun sudah mengalami modifikasi, alat tangkap ini masih ditemukan di beberapa tempat. Pada tahun 2005 dibuatlah standar konstruksi “Pukat Tarik Dasar Kecil” yang termasuk dalam kategori Pukat kantong. Oleh karena itu ada baiknya kalau kita mempelajari bentuk umum dari alat tangkap Pukat Harimau ini.
Pukat Harimau (Trawl) adalah jaring yang berbentuk kantong, operasinya secara aktif, ditarik oleh satu atau dua kapal dalam jangka waktu tertentu. Ukuran mata jaring pada ujung kantong (cod-end) lebih kecil dibandingkan mata jaring pada bagian sayap depan. Pukat Harimau bisa dioperasikan di dasar perairan (bottom trawl), wilayah kolom air (mid-water trawl) maupun permukaan (surface-water trawl). Hal ini bisa dilakukan dengan mengatur pemberat pada mulut jaring bagian bawah dan pelampung pada mulut jaring bagian atas. Pengaturan pemberat dan pelampung pada mulut jaring juga berfungsi untuk mengatur pembukaan mulut jaring secara vertikal.
Pembukaan mulut jaring secara horizontal dilakukan dengan menggunakan ‘Otter Board’ pada kedua sisi tali ris. Ketika jaring ditarik, arus air yang berlawanan dengan otter board akan mendorong otter board melebar secara maksimum ke arah samping.
Pukat Harimau - Trawl
Jika ukuran jaring terlalu besar, dia bisa ditarik dengan menggunakan dua kapal secara bersamaan. Metode operasi ini relatif jarang dilakukan karena kurang praktis di lapangan.
Membukanya mulut jaring trawl secara melebar juga bisa dilakukan dengan meletakkan beam, plat besi, pada mulut jaring bagian atas. Pembukaan melebar mulut jaring tergantung dari panjangnya ukuran beam. Mulut jaring bagian bawah berada di belakang beam. Pada mulut jaring bagian bawah dipasang rantai pengejut, sejenis pemberat untuk menggaruk dasar. Dengan cara ini, udang atau ikan dasar akan merespon ke atas dan terperangkap masuk ke bagian kantong atau cod-end.
Pukat Harimau - Trawl
Jika tenaga kapal penarik cukup besar dan ukuran jaring trawl ralatif kecil, maka kapal bisa memasang rigger, penarik ganda, masing-masing pada bagian sisi lambung kapal. Alat trawl jenis ini disebut double-rig trawl.  Satu kapal juga bisa menarik dua trawl sekaligus dengan cara yang berbeda. Cara operasi seperti ini disebut otter twin trawl, dan membutuhkan hanya satu rigger.
Pukat Harimau secara dominan ditujukan untuk menangkap ikan-ikan dasar, terutama udang yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Operasi alat ini dilakukan pada habitat dasar yang tidak keras, seperti pasir atau lumpur. Penggunaan alat ini pada dasar yang keras seperti karang, akan menyebabkan kerusakan pada jaring. Di Indonesia jenis alat tangkap ini banyak beroperasi di wilayah Sumatera bagian timur, Kalimantan, Laut Jawa dan Papua bagian Barat.
Pukat Harimau - Trawl
Pada operasi di dasar, trawl akan menyebabkan kerusakan habitat walaupun trawl termasuk alat tangkap yang efektif menangkap hampir semua ikan pada berbagai ukuran yang berbeda. Hal ini jelas akan menyebabkan terjadinya over-fishing secara cepat. Untuk setiap 1 kg hasil tangkapan udang, trawl harus membuang hasil sampingan (by-catch) sampai 15 kg. Ikan-ikan by-catch tersebut harus dibuang ke laut karena tidak bisa ditampung di kapal. Dengan demikian, penangkapan trawl akan mengganggu keseimbangan komposisi spesies.
Para ahli menambahkan alat by-catch reduction device di depan kantong trawl. Ikan-ikan non-traget yang tidak diperlukan bisa keluar melalui BRD. Hasilnya menunjukkan pengurangan hasil tangkapan ikan non-target yang cukup nyata. Namun cara ini masih belum menjadi solusi yang komprehensif karena sifat trawl yang efektif dan marusak habitat.
Alat Lain - Other Gears
Semua alat tangkap yang tidak termasuk ke dalam 9 kategori tersebut di atas dimasukkan ke dalam kategori Alat Lain. Termasuk ke dalam kategori ini adalah Jala atau Pencar, alat yang dijatuhkan (Falling Gear) lainnya, Tombak (Harpoon), Panah atau Ter (Spear Gear).
Jala atau Pencar adalah jaring yang dibuat berbentuk melingkar. Ujung jaring bagian luar dilengkapi dengan pemberat. Sedangkan pada titik tengah jaring diikatkan tali utama yang panjangnya beberapa meter saja. Operasi Pencar dilakukan dengan menjatuhkan jaring sedemikian rupa sehingga pada saat di air terbuka secara maksimal. Tangan kanan nelayan memegang jaring, sedangkan tangan kiri memegang ujung tali yang terkait pada pusat jaring. Karena pengaruh pemberat, bagian luar jaring akan segera tenggelam dan mengurung ikan. Jaring ini ditarik secara perlhan dan ikan hasil tangkapan akan terpuntal di dalam jaring. Operasi Pencar dilakukan di sekitar pantai atau perairan yang dangkal. Beberapa nelayan melempar Pencar dari perahu, namun kebanyakan operasi langsung dari pantai (tanpa perahu).
Alat Pencar sudah tidak banyak digunakan oleh nelayan belakangan ini. Dari pengalaman nelayan membuat jaring Pencar, mereka mendapat pesanan dari petambak untuk membuat jaring jenis ini untuk dioperasikan di tambak. Petani tambak di daerah Sumatera, Jawa dan Kalimantan banyak memerlukan Pencar dalam melakukan sampling pertumbuhan udang.
Alat Lain – Other Gears
Ter, Panah atau Spear Gear termasuk kategori Alat Lain yang terdiri dari busur pemegang, tali penarik, anak panah dan tali yang salah satu ujungnya terikat dengan anak panah sedangkan ujung satunya dihubungkan dengan pelampung. Paling tidak, nelayan menggunakan alat bantu Google agar bisa melihat ikan dengan baik di dalam air. Beberapa nelayan bahkan mulai menggunakan snokel dan fin.
Daerah penangkapan utama dari alat Ter atau Panah adalah terumbu karang. Secara tradisional, alat ini dulunya digunakan untuk menangkap Penyu. Bagian tubuh Penyu yang menjadi sasaran Panah adalah sirip depan atau belakang karena dengan cara ini penyu hasil tangkapan bisa bertahan hidup. Jika Panah mengenai bagian tubuh penyu, maka dia akan segera mati dan tidak bisa dijual kepada pedagang.
Sejak awal tahun 1980an, penangkapan Penyu sudah dilarang oleh Pemerintah Indonesia. Secara bertahap, nelayan yang mempunyai keahlian menggunakan Panah beralih untuk menangkap ikan-ikan karang atau yang terkait dengan terumbu karang.
Alat Lain – Bom/Peledak
Bom / Peledak atau Dinamit adalah sejenis alat tangkap tidak ramah lingkungan yang sudah dilarang oleh pemerintah. Namaun alat ini secara sembunyi-sembunyi masih banyak digunakan oleh nelayan pada hamper seluruh wilayah di Indonesia. Alat ini mulanya diperkenalkan oleh tentara Jepang pada Perang Dunia II di Filipina. Tentara jepang menggunakan alat sejenis Granat untuk menangkap ikan. Nelayan local meniru penggunaan alat ini karena dirasakan relative murah, mudah dan efektif walaupun dengan resiko kecelakaan yang cukup besar. Dengan berakhirnya PD II, nelayan kesulitan untuk mendapatkan bahan-baha peledak. Akhirnya, mereka mencara bahan-bahan yang tersedia secara local, seperti campuran pupuk nitrat dan minyak tanah sebagai bahan dasar. Beberapa nelayan mengkhususkan untuk menciptakan sumbu ledak. Pengalaman ini dibawa secara berantai dari Filipina menuju Kalimantan dan Sulawesi. Sekarang, jenis alat ini sudah menyebar pada hamper seluruh wilayah di Indonesia.
Bom utamanya digunakan untuk menangkap ikan-ikan yang bergerombol, seperti ikan-ikan pelagis kecil (Lemuru, tembang, Layang dan Selar). Informasi dari nalayn Nusa tenggara Timur mendapatkan bahwa alat ini juga bisa digunakan untuk menangkap ikan Tongkol dan Tuna. Pada operasi di daerah terumbu karang, bom ditujukan untuk menangkap ikan-ikan seperti Ekor Kuning dan Beronang.
Alat Lain – Kompresor Hookah
Kompresor Hookah terdiri dari mesin kompresor yang akan menghasilkan udara, slang plastik untuk mengalirkan udara kepada penyelam, octopus ujung slang udara tempat penyelam menghisap udara dari mulut, perlengkapan menyelam (snorkel dan fin) dan serok untuk mengambil ikan hasil tangkapan. Alat ini digunakan untuk menangkap Teripang, Kerang dan Lobster. Hookah kompresor juga digunakan oleh beberapa nelayan dalam meletakkan alat Bubu di dasar peraitan. Dengan cara ini, nelayan bisa mencari tempat yang tepat untuk meletakkan atau melakukan pemasangan Bubu. Dengan berkembangnya perdagangan ikan Kerapu hidup (life-reef fish trade) dan ikan hias, alat hookah kompresor sering dihubungkan dengan penggunaan bahan potasium sianida untuk menangkap ikan.
Potasium sianida adalah sejenis bius yang disemprotkan kepada ikan yang sulit ditangkap dengan jenis alat lainnya. Ikan yang terkena sianida bisa mengalami pingsan untuk sementara waktu sehingga mudah diambil oleh penyelam. Setelah mengalami pergantian air dia akan sadar kembali walaupun beberapa organ sudah mengalami kerusakan seperti insang atau mata. Selain itu, bius juga bisa merusak terumbu karang dan lingkungan habitat lainnya. Karena keterkaitannya dengan penggunaan obat bius sianida, pemerintah Kabupaten Manggarai Barat sudah melarang penggunaan alat hookah kompresor di wilayah tersebut.
Rumpon – alat bantu mengumpulkan ikan
Sejak awal tahun 1980an, nelayan mulai mengenal Rumpon sebagai alat bantu untuk mengumpulkan atau memperbesar kelimpahan gerombolan ikan. Pada dasarnya Rumpon terdiri dari Pemberat, tali, kili-kili, rakit dan rumbai-rumbai berasal dari daun kelapa. Pemberat yang dijatuhkan ke dasar perairan, diikatkan dengan tali dan kili-kili untuk dihubungkan dengan pelampung di permukaan berupa rakit bambu. Rakit bambu juga bersfungsi sebagai tanda keberadaan rumpon, tempat menaruh lampu maupun persinggahan sementara nelayan yang menjaga atau menyewakan rumpon. Rumbai-rumbai daun kelapa digantungkan di bawah rakit. Secara bertahap ikan-ikan kecil akan berkumpul dekat rumbai sebagai tempat berlindung dan mencari makan. Hal ini akan diikuti oleh ikan-ikan yang lebih besar dan ikan-ikan yang menjadi target penangkapan.
Saat ini, banyak alat tangkap ikan permukaan memanfaatkan alat bantu Rumpon dan lampu, termasuk Jaring Slerek (Purse seine), Payang, Lampara dan Pancing. Hampir setiap tahun Pemerintah selalu mengeluarkan subsidi untuk pengadaan Rumpon. Pada satu sisi, Rumpon bisa dianggap efektif dalam meningkatkan gerombolan ikan dan meningkatkan hasil tangkapan nelayan. Namun pada sisi lain, Rumpon juga bisa menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya penangkapan berlebih.
Rumpon - alat bantu mengumpulkan ikan:
Rumpon ada juga yang dirancang untuk ditempatkan pada dasar perairan. Pada pertengahan tahun 1980an Pemerintah meletakkan bekas-bekas becak di dasar laut Pantai Utara Jakarta. Bahan-bahan ini bertujuan untuk membentuk susunan dasar keras (fix) dalam rangka menumbuhkan habitat seperti terumbu karang dan menjadi rumah-rumah ikan. Rumpon juga bisa menggunakan seperti ban bekas yang dirakit sedemikian rupa menyerupai rumah-rumah ikan. Bahan-bahan ini akan ditumbuhi lumut dan karang yang membuat ikan-ikan kecil berkumpul. Pada akhirnya, Rumpon akan menarik ikan-ikan besar ikut berkumpul mencari makan. Kesempatan ini digunakan oleh nelayan untuk mendapatkan ikan hasil tangkapan yang lebih banyak.
Karamba pengumpul ikan-ikan karang hidup:
Sejak pertengahan tahun 1980an di Indonesia berkembang pemasaran ikan-ikan karang hidup (life-reef food fish) untuk kebutuhan pasar ekspor. Tujuan utama ekspor adalah Singapura, Taiwan, Hongkong dan Jepang. Nelayan lokal mulai mengusahakan penangkapan ikan-ikan jenis karang dengan menggunakan pancing atau potasium sianida, jenis bahan kimia beracun yang bisa membuat ikan tidak sadar sementara waktu. Potas juga bisa merusak organ seperti insang dan mata. Jika penangkapan dilakukan dengan pancing, nelayan biasanya menggunakan slang plastik untuk mengeluarkan udara dari gelembung renang. Slang karet/plastik tersebut dimasukkan melalui anus.
Sebelum ikan-ikan diambil oleh [pedagang antara atau pembeli/eksportir, ikan biasanya disimpan dalam karamba di sekitar pantai yang aman. Karamba-karamba apung tersebut umumnya dibuat dari jaring berukuran sekitar 3x3 m (kedalaman 2 – 3 m) yang dibuat terapung dengan drum plastik. Untuk mengurangi sinar yang berlebihan pada siang hari, nelayan menaruh jaring atau rumbai-rumbai daun kelapa di atas karamba. Setelah kuantitas hasil tangkapan dianggap cukup untuk mendatangkan pembeli, nelayan bisa mengundang pengepul atau eksportir langsung dari Hongkong.
Ringkasan
Presentasi termasuk diskusi pada dasarnya membahas empat hal pokok yaitu:
  1. Batasan perikanan, Rumah Tangga dan Nelayan
  2. Armada Perikanan Tangkap (Fishing Vessels)
  3. Kategori Alat Tangkap (Fishing Gear) dan
  4. Alat Bantu Penangkapan (Rumpon)
Semua pengetahuan tersebut akan membantu peserta untuk mengenal lebih dalam tentang perikanan tangkap, terutama jenis-jenis alat tangkap yang umum dipakai di Indonesia. Dengan tambahan pengetahuan ini peserta diharapkan lebih percaya diri dalam berdiskusi dengan pihak pengelola perikanan dan mampu menyusun pesan-pesan kampanye sesuai dengan kondisi lokal.

Osmoregulasi

Osmoregulasi adalah proses mengatur konsentrasi cairan dan menyeimbangkan pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organisme hidup. Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya perbedaan konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungan disekitarnya. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika terlalu sedikit air, maka sel akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup.

Makna osmoregulasi adalah proses mengatur dan menyeimbangkan konsentrasi asupan cairan dan pengeluaran oleh sel atau cairan tubuh organisme hidup. Sementara pemahaman tentang osmoregulasi ikan Tekanan osmotik cairan tubuh pengaturan sesuai untuk kehidupan ikan, sehingga proses-proses fisiologis fungsi tubuh normal (Homeostasis). ka sel menerima terlalu banyak air maka akan meletus, dan sebaliknya, jika terlalu sedikit air, maka sel akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup.

Kebanyakan invertebrata berhabitat di laut tidak secara aktif mengelola sistem osmosis mereka, dan dikenal sebagai osmoconformer. Osmoconformer memiliki osmolaritas internal yang sama dengan lingkungan sehingga tidak ada kecenderungan untuk mendapatkan atau kehilangan air. Karena osmoconformer paling hidup dalam lingkungan yang memiliki komposisi kimia yang sangat stabil (di laut) maka osmoconformer yang cenderung memiliki osmolaritas konstan. Sementara osmoregulator adalah organisme yang menjaga osmolaritas tanpa tergantung pada lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu kemampuan untuk mengatur ini osmoregulator kemudian dapat hidup dalam lingkungan air tawar, darat, dan laut. Di lingkungan dengan konsentrasi rendah cairan, osmoregulator akan merilis kelebihan cairan dan sebaliknya.

Untuk organisme akuatik, proses ini digunakan sebagai ukuran untuk menyeimbangkan tekanan osmosa antara substansi dalam tubuh dengan lingkungan melalui sel permeabel. Dengan demikian, semakin jauh perbedaan tekanan osmotik antara tubuh dan lingkungan, semakin banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk osmoregulasi mmelakukan sebagai adaptasi, hingga batas toleransi yang mereka miliki. Oleh karena itu, pengetahuan tentang osmoregulasi sangat penting dalam mengelola media air pemeliharaan kualitas, terutama salinitas. Hal ini karena dalam osmoregulasi, proses regulasi terjadi melalui konsentrasi ion dan air dalam tubuh dengan kondisi di lingkungan.

Ion dan air pada ikan terjadi regulasi hipertonik, hipotonik atau isotonik tergantung pada perbedaan (lebih tinggi, lebih rendah atau sama) konsentrasi cairan tubuh dengan konsentrasi media1, 2. Perbedaannya dapat digunakan sebagai strategi dalam berurusan dengan komposisi cairan ekstraselular dalam tubuh ikan2. Untuk ikan yang hiperosmotik potadrom dengan lingkungannya dalam proses osmoregulasi, air bergerak ke dalam tubuh dan ion keluar ke lingkungan dengan cara difusi. Keseimbangan cairan tubuh dapat terjadi dengan meminum sedikit air atau tidak minum sama sekali. Kelebihan air dalam tubuh dapat dikurangi dengan membuangnya dalam bentuk urin. Untuk ikan yang hipoosmotik oseanodrom terhadap lingkungannya, air mengalir dari osmosa tubuh melalui ginjal, insang dan kulit ke lingkungan, sedangkan ion ke tubuh dengan difusi1, 2. Adapun eurihalin ikan, memiliki kemampuan untuk dengan cepat menyeimbangkan tekanan osmotik dalam tubuh dengan media (isoosmotik), namun karana kondisi lingkungan perairan tidak selalu tetap, maka proses serta ikan ormoregulasi potadrom dan oseanodrom masih terjadi.

Salinitas atau garam konten adalah jumlah bahan padat dalam satu kilogram air laut, dalam hal ini semua karbonat telah diubah menjadi oksida, brom dan yodium yang telah disinkronkan dengan klorin dan bahan organik yang telah teroksidasi. Langsung, media akan mempengaruhi salinitas tekanan osmotik cairan tubuh ikan. Pengetahuan tentang metabolisme dapat juga dikaitkan dengan beberapa disiplin lain, seperti genetika, toksikologi dan lainnya ilmiah sehingga ikan yang dihasilkan dapat memiliki kualitas lebih unggul daripada sebelumnya. Hal ini karena ikan untuk berinvestasi untuk 25-50% dari output total dalam mengendalikan metabolisme komposisi cairan intra-dan ekstraselularnya.

Perubahan dalam tingkat salinitas mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh ikan, sehingga ikan untuk menyesuaikan pengaturan osmotik internal atau bekerja sehingga proses fisiologis dalam tubuh dapat bekerja secara normal lagi. Jika salinitas yang lebih tinggi, usaha ikan untuk menjaga ketertiban dalam kondisi homeostasi nya tercapai, sampai batas toleransi yang mereka miliki. Osmotik bekerja membutuhkan energi yang lebih tinggi juga. Hal ini juga mempengaruhi waktu kepenuhan (waktu kekenyangan) ikan.

Rainbow trout seringkali digunakan sebagai sistem model untuk mempelajari rute dan mekanisme ekskresi dan osmoregulasi. Proses osmoregulasi juga menghasilkan produk-produk limbah seperti kotoran dan amonia, sehingga pemeliharaan yang akan menjadi media berwarna keruh akibat jumlah kotoran ikan dirilis. Dampak ekskresi nitrogen juga akan mempengaruhi kehidupan ikan di dalamnya. Pada embrio rainbow trout, ekskresi nitrogen dalam bentuk urea juga dapat dikaitkan dengan kandungan nitrogen dalam kuning telur, karena permeabilitas rendah dari membran sel telur dari amonia.

Dampak dari produk limbah dari metabolisme pada kelangsungan hidup ikan berdasarkan perubahan fisik dalam kualitas air, dapat diduga bahwa perubahan tersebut juga mempengaruhi kondisi ambient ikan, yang pada gilirannya mempengaruhi pertahanan tubuh. Setelah melewati batas toleransi, maka ikan yang sekarat. Mengingat bahwa tidak semua ikan mati, maka dapat dipastikan bahwa kekuatan toleransi pada populasi ikan di akuarium berbeda. Hal ini mungkin karena perbedaan kondisi tubuh sebelum dimasukkan dalam intensitas praktek media, termasuk parasit, tingkat stres dan lain-lain. Nitrat toksisitas di air tawar tergolong sangat rendah (96 h LC50s> 1000 mg / L sebagai N). Hal ini dapat dikaitkan dengan munculnya potensi masalah dalam proses osmoregulasi. Dalam sistem dengan konsentrasi nitrat tinggi, reduksi nitrat terjadi pada anaerobik. Nitrat di perairan laut konsentrasi kurang dari 500 mg / L untuk ikan laut sebagian besar, tapi untuk ikan laut tropis seperti anemone (Amphiprion ocellaris) lebih sensitif, yaitu hanya 20 mg / L.

Tingkat stres juga bervariasi tambakan dialami oleh benih di akuarium, sebagai akibat dari perbedaan perlakuan. Lebih mendalam studi, dapat ditelusuri dengan isi kortisol. Banyak hal berkenaan dengan kortisol selama proses metabolisme, seperti starvasi (puasa), osmoregulasi, penyebaran penghematan energi untuk migrasi, proses gonad, pemijahan pematangan dan selama stres yang dialami oleh ikan itu sendiri.

Ormoregulasi mekanisme juga dapat dilacak pada tingkat sel. Sel-sel yang pertama dihasilkan melalui mekanisme kultur sel. Penelitian tentang sel epitelioma papulosum cyprinid (EPC), berasal dari sel epidermis ikan mas dapat digunakan untuk menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan sel-sel di hiper-media dan hipoosmotik. Dengan menggunakan sel kultur, ekspresi gen dapat diamati juga bahwa bias yang terkait dengan kemampuan adaptasi dan stres osmotik.

Aktivitas osmoregulasi juga dipengaruhi oleh stadia ikan atau Krustase dalam kaitannya dengan salinitas. Penelitian tentang remaja dan dewasa Krustase stadion, regulasi ionik dari Na / K-ATP menunjukkan bahwa berbeda ketika diamati dengan aktivitas enzim Na / K-ATPase. Pada Artemia salina dan A. franciscana aktivitas enzim meningkat sejalan dengan perkembangannya sejak setelah menetas hingga tahap mulai berenang bebas. Dalam udang, juga berlangsung begitu. Namun, pada orang dewasa stadion, aktivitas Na / K-ATPase pada udang galah tidak berbeda nyata setelah diperlakukan pada salinitas berbeda8. Studi pada osmoregulasi dalam tahap awal perkembangan ikan telah diamati pada tingkat sel klorida extrabranchial. Sejumlah sel klorida yang terkandung dalam membran kantung kuning telur embrio dan larva ikan nila disesuaikan stadion dalam air tawar (FW) dan air asin (SW). Sel klorida dalam SW seringkali dalam bentuk kompleks multiseluler bersama dengan sel aksesori yang berdekatan. Sementara di FW, sel klorida yang terletak di kondisi individu. Klorida tes dan X-ray Mikroanalisis menunjukkan bahwa sel-sel klorida dalam SW dalam kompleks, fungsi definitif dari sekresi klorida. Namun, setelah sel tersebut dipindahkan ke lingkungan SW, membentuk sel tunggal juga berubah sebagai respons terhadap lingkungan baru yang kompleks yang SW. Umumnya, sel klorida extrabranchial memainkan peran penting dalam mengontrol osmoregulasi sampai tahap sel insang klorida bekerja fungsional.

Penemuan terakhir adalah tentang morfologi fungsional dari sel klorida pada ikan membunuh, Fundulus heteroclitus, ikan euryhaline air laut (SW). Immunocytochemical deteksi dilakukan pada sel klorida dengan anti-Na + / K +-ATPase dalam distribusi klorida sel dari proses transisi selama tahap-tahap awal kehidupan. Sel klorida muncul dalam membran kantung kuning fase awal embrio dan kemudian di kulit selama tahap terakhir dari embrio. Perbedaan morfologi antara SW-jenis sel klorida dan FW diidentifikasi dalam killifish dewasa disesuaikan dengan SW dan FW. Kedua jenis sel klorida, aktif di kedua lingkungan, tetapi berbeda dalam fungsi transpor ion. Transfer langsung dari SW ke killifish FW, sel tipe klorida BD ditransformasikan ke dalam sel tipe FW, diikuti dengan penggantian sel klorida dalam promosi respon.

Adaptasi ikan, juga dapat diketahui melalui penelitian pada Takifugu rubripes fugu remaja dengan lingkungan salinitas rendah. Ikan dipindahkan dari air laut (100% SW) ke media air tawar (FW), 25, 50, 75 dan 100 SW% dan mortalitas kemudian direkam selama 3 hari. Tidak membunuh ikan dalam salinitas media baru 25-100% SW dan semua ikan mati dalam media massa FW 100%. Rupanya, ikan dipindahkan ke media 25-100% SW, osmolalitas darah dipertahankan pada kisaran fisiologis yang normal. Studi terus bergerak ikan dari lingkungan 100% SW ke media FW, 1, 5, 10, 15 dan SW 25%. Semua ikan hidup di sebuah BD 5-25% menengah, tetapi meninggal di FW media dan SW 1%. Ikan yang hidup di SW media massa 25% dan kemudian ditransfer kembali ke media FW, 1 dan SW 5% dan menunjukkan bahwa osmolalitas darahnya menurun hingga mendekati level sublethal, yaitu sekitar 300 mOsm / kg H2O •. Tampaknya preacclimatisasi dalam SW 25% selama 7 hari memiliki pengaruh sedikit pada kemampuan bertahan hidup dari selang. Meskipun kelangsungan hidup dan osmolalitas darah meningkat sedikit oleh preacclimatisasi dalam 25% SW, osmolalitas darah menurun setelah ditransfer ke salinitas media BD kurang dari 10%. Temuan ini menunjukkan bahwa fugu dapat beradaptasi dengan lingkungan karena kemampuan hyperosmoregulatori hypoosmotik, namun sel-sel yang telah mengurangi ion klorida mengabsorb hipoosmotik pada lingkungan.

Aktivitas osmoregulasi, juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain yang diberikan untuk organisme air. Dengan memberikan kortisol, hormon pertumbuhan yg berhubung dgn domba (OGH), rekombinan insulin-seperti faktor pertumbuhan sapi I (rbIGF-I) dan 3,3 ',5-triiodo-L-thyronine (T3) dapat meningkatkan kapasitas pada ikan hypoosmoregulasi euryhaline, Fundulus heteroclitus. Diadaptasi ikan di lingkungan air payau (BW, salinitas 10 ppt) kemudian disuntik dengan dosis hormon dan 10 hari kemudian dipindahkan ke lingkungan air asin (SW, salinitas 35 ppt. Setelah ditransfer dari BW ke SW menunjukkan peningkatan dalam plasma osmolitas nyata, tetapi tidak untuk Na + insang dan aktivitas K +-ATPase Pemberian kortisol (50 microg / g berat badan) juga dapat meningkatkan ketersediaan mereka dalam mempertahankan plasma osmolitas;. peningkatan Na + insang dan aktivitas K +-ATPase . OGH (5 microg / g berat badan) juga dapat meningkatkan kemampuan dan hypoosmoregulatory Na + insang dan aktivitas K +-ATPase Kombinasi OGH dan kortisol dapat meningkatkan kemampuan hypoosmoregulatori namun tidak meningkatkan Na + insang, aktifitas K +. - ATPase. rbIGF-I (0,5 microg / g berat badan) tidak berpengaruh dalam meningkatkan toleransi untuk salinitas atau Na + insang, aktifitas K +-ATPase. rbIGF-I dan OGH menunjukkan interaksi positif dalam meningkatkan toleransi terhadap salinitas, tetapi tidak untuk Na + insang dan aktivitas K +-ATPase Pengobatan dengan T3. (5 microg / g berat badan) tidak berdampak terhadap toleransi salinitas meningkat, insang Na +, K +-ATPase aktivitas dan pengaruhnya tidak nyata konsisten ketika digunakan bersama dengan kortisol dan T3 atau antara GH dan T3. Untuk ikan air tawar, organ yang terlibat dalam osmoregulasi termasuk insang, usus dan ginjal. Sel-sel yang berperan dalam insang organ untuk proses tersebut adalah mitokondria-kaya (MR) dan peran pavement2. Struktur insang memiliki hubungan dengan kemampuan untuk mentolerir salinitas berkisar. Bhal ditunjukkan dengan histologi dari struktur insang Caprella (Amphipoda: Caprellidea) (yaitu C. danilevskii, C. subinermis, C. penantis R-type dan C. verrucosa) yang dikumpulkan dari komunitas Sargassum di timur-daya Jepang dan diamati bawah mikroskop elekron. Epitel seperti berang-berang danilevskii C, C subinermis, dan C. verrucosa terdiri-dari pengembangan sistem infolding apikal (AIS) dan sistem infolding basolateral (BIS) terkait dengan mitokondria. Percobaan tentang toleransi salinitas dari empat spesies Caprella konsentrasi letalnya mengindikasikanbahwa median (LC 50) pada 20 ° C berkisar antara 12,97 - 18,84 unit Salinitas praktis (PSU) dengan kelangsungan hidup lebih dari 80% dengan salinitas di atas 25,37 PSU bahkan untuk 5 hari. Karakteristik insang dan berbagai toleransi salinitas dalam Caprella spp. menunjukkan bahwa Caprella spp. menghuni komunitas Sargassum merupakan organisme yang eurihalin.

IKAN AIR TAWAR PADA OSEMOREGULASI
Ikan yang hidup di air tawar memiliki cairan tubuh yang hiperosmotik pada lingkungan, sehingga air cenderung untuk masuk ketubuhnya oleh difusi melalui permukaan tubuh semipermiable. Jika ini tidak dikendalikan atau offset, itu akan menyebabkan hilangnya garam tubuh dan cairan tubuh mengencernya, sehingga cairan tubuh tidak dapat mempertahankan fungsi fisiologis normal.

Ginjal akan memompa kelebihan air keluar sebagai urin. Apakah ginjal glomerulus dalamjumlah banyak dengan diameter besar. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mampu menahan tubuh garam sehingga tidak untuk memompa air keluar dan di seni yang sama sebanyak mungkin.

Ketika cairan dari memasuki tubuh tubuli ginjal malpighi, glukosa akan diserap kembali di proximallis tubuli dan garam diserap dalam tubuli distal. Ginjal dinding tubuli impermiable (kedapair, kedap air). Ikan keluar dari air yang sangat encer dan seniyang mengandun g sejumlah kecil senyawa nitrogen, seperti: • Asam urat • Creatine • kreatinin • Amonia.

Meskipun urin mengandung garam sangat sedikit, pelepasan air yang berlimpah menyebabkan jumlah kerugian garam cukup besar. Garam juga hilang karena difusi dari tubuh. Kehilan garam diimbangi oleh garam yang terkandung dalam makanan dan serapan aktif melalui insang. Pada kelompok ikan dapat Teleosteiter gelembung air kencing (kandung kemih) untuk menahan kencing. Berikut melakukan re-penyerapan ion. Gelembung dinding urin impermiable air.

Osmoregulasi IKAN DI AIR LAUT
Ikan laut hidup di lingkungan yang hipertonik ke jaringan dan cairan tubuh, sehingga cenderung kehilangan air melalui kulit dan insang, dan kebobolan garam. Untuk mengatasi hilangnya air, minum'air ikan laut 'sebanyak mungkin. Dengan demikian berarti juga akan meningkatkan kandungan garam dalam cairan tubuh. Fakta dehidrasi dapat dicegah oleh proses ini dan kelebihan garam harus dihilangkan. Karena ikan dipaksa oleh kondisi untuk mempertahankan osmotik air, volume urine kurang dari ikan air tawar. Tubuli ginjal dapat berfungsi sebagai penghalang air. Jumlah glomeruli ikan laut cenderung lebih sedikit dan bentuk yang lebih kecil daripada di ikan air tawar Sekitar 90% dari nitrogen limbah yang dapat dihapus melalui insang, sebagian besar dalam bentuk amonia dan sedikit urea. Namun, urine masih mengandung sedikit senyawa. Osteichthyes urin mengandung: • Creatine • kreatinin • Nitrogen senyawa • Trimetilaminoksida (TMAO).

TENTANG IKAN ELASMOBRANCHII Osmoregulasi
Elasmobranchii cairan tubuh ikan umumnya memiliki tekanan osmotik lebih besar dari sekitarnya karena karena isi urea tinggi dan TMAO dalam tubuh (bukan sebagai garam). Karena cairan tubuh yang hiperosmotik terhadap lingkungannya, kelompok ikan ini cenderung menerima air melalui difusi, terutama melalui insang. Untuk menjaga tekanan osmotiknya, kelebihan air dikeluarkan sebagai urin. Reabsorpsi urea di ginjal tubuli juga merupakan upaya dalam menjaga tekanan osmotik tubuhnya. Permukaan tubuh relatif impermiable mencegah masuknya air dari lingkungan ke dalam tubuhnya.

Para osmoregulators hewan: • vertebrata laut: Ikan tulang keras: Konsentrasi larutan dalam tubuh dengan 01:03 di lingkungan → mencegah hilangnya air tubuh dan mencegah diffusi garam dari lingkungannya → minum, osmosis melalui insang, ekskresi garam melalui sel-sel khusus pada insang.

Ikan tulang rawan: konsentrasi dalam tubuh> dengan di lingkungan → air masuk ke dalam tubuh melalui osmosis → diekskresikan.
Air Tawar ikan: Solusi konsentrasi dalam> tubuh sebagai satu di lingkungan → mencegah masuknya air dan kehilangan garam → tidak minum, kulit ditutupi dengan lendir, osmosis melalui insang, produksi urin encer, pompa garam melalui sel-sel khusus pada insang.

Pengertian Homeostasis Dan Osmoregulasi
Homeostasis merujuk pada ketahanan atau mekanisme pengaturan lingkungan kesetimbangan dinamis dalam (badan organisme) yang konstan. Homeostasis merupakan salah satu konsep yang paling penting dalam biologi. Bidang fisiologi dapat mengklasifkasikan mekanisme homeostasis pengaturan dalam organisme. Umpan balik homeostasis terjadi pada setiap organisme.

Organisme mempunyai 2 lingkungan yaitu:
- Lingkungan luar yaitu lingkungan yang mengelilingi organisme secara keseluruhan. Organisme akan hidup berkelompok dengan organisme-organisme (biotik) dan objek-objek yang mati (abiotik).
- Lingkungan dalam yaitu lingkungan dinamis dalam badan manusia yang terdiri dari fluida yang mengelilingi komunitas sel-sel yang membentuk badan.

Osmoregulasi Oleh Binatang
Kebanyakan invertebrata yang berhabitat di laut tidak secara aktif mengatur sistem osmosis mereka, dan dikenal sebagai osmoconformer. Osmoconformer memiliki osmolaritas internal yang sama dengan lingkungannya sehingga tidak ada tendensi untuk memperoleh atau kehilangan air. Karena kebanyakan osmoconformer hidup di lingkungan yang memiliki komposisi kimia yang sangat stabil (i.e. di laut) maka osmoconformer memiliki osmolaritas yang cendrung konstan.

Sedangkan osmoregulator adalah organisme yang menjaga osmolaritasnya tanpa tergantung lingkungan sekitar. Oleh karena kemampuan meregulasi ini maka osmoregulator dapat hidup di lingkungan air tawar, daratan, serta lautan. Di lingkungan dengan konsentrasi cairan yang rendah, osmoregulator akan melepaskan cairan berlebihan dan sebaliknya.

Termoregulasi manusia berpusat pada hypothalamus anterior terdapat tiga komponen pengatur atau penyusun sistem pengaturan panas, yaitu termoreseptor, hypothalamus, dan saraf eferen serta termoregulasi (Swenson, 1997). Pengaruh suhu pada lingkungan, hewan dibagi menjadi dua golongan, yaitu poikiloterm dan homoiterm. Poikiloterm suhu tubuhnya dipengaruhi oleh lingkungan. Suhu tubuh bagian dalam lebih tinggi dibandingkan dengan suhu tubuh luar. Hewan seperti ini juga disebut hewan berdarah dingin. Dan hewan homoiterm sering disebut hewan berdarah panas (Duke’s, 1985).

Pada hewan homoiterm suhunya lebih stabil, hal ini dikarenakan adanya reseptor dalam otaknya sehingga dapat mengatur suhu tubuh. Hewan homoiterm dapat melakukan aktifitas pada suhu lingkungan yang berbeda akibat dari kemampuan mengatur suhu tubuh. Hewan homoiterm mempunyai variasi temperatur normal yang dipengaruhi oleh faktor umur, faktor kelamin, faktor lingkungan, faktor panjang waktu siang dan malam, faktor makanan yang dikonsumsi dan faktor jenuh pencernaan air (Swenson, 1997).

Hewan berdarah panas adalah hewan yang dapat menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya. Sebagian panas hilang melalui proses radiasi, berkeringat yang menyejukkan badan. Melalui evaporasi berfungsi menjaga suhu tubuh agar tetap konstan. Contoh hewan berdarah panas adalah bangsa burung dan mamalia, hewan yang berdarah dingin adalah hewan yang suhu tubuhnya kira-kira sama dengan suhu lingkungan sekitarnya (Guyton, 1987).

Suhu tubuh tergantung pada neraca keseimbangan antara panas yang diproduksi atau diabsorbsi dengan panas yang hilang. Panas yang hilang dapat berlangsung secara radiasi, konveksi, konduksi dan evaporasi. Radiasi adalah transfer energi secara elektromagnetik, tidak memerlukan medium untuk merambat dengan kecepatan cahaya. Konduksi merupakan transfer panas secara langsung antara dua materi padat yang berhubungan lansung tanpa ada transfer panas molekul. Panas menjalar dari yang suhunya tinggi kebagian yang memiliki suhu yang lebih rendah. Konveksi adalah suatu perambatan panas melalui aliran cairan atau gas. Besarnya konveksi tergantung pada luas kontak dan perbedaan suhu. Evaporasi merupakan konveksi dari zat cair menjadi uap air, besarnya laju konveksi kehilangan panas karena evaporasi (Martini, 1998).

Popular Posts

Followers